- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 164
Selena membelalakkan matanya.
Dalam beberapa hari ini, dia berulang kali membayangkan tindakan yang akan
Harvey lakukan saat menangkapnya.
Hanya saja, tidak seperti sekarang.
+15 BONUS
Harvey seperti seorang musafir yang haus akan sumber air di tengah gurun, dengan susah payah dia
menemukan mata air yang jernih. Dia mencium Selena dengan
perlahan, seolah takut kehilangannya.
Jantung Selena berdegup kencang.
Selena melihat bulu mata pria yang panjang itu bergetar di bawah sinar matahari menutupi warna
matanya, sehingga mustahil bagi Selena untuk mengetahui apa yang sedang dipikirkan pria itu saat ini.
Kehangatan yang sudah lama tidak pernah ada, muncul dalam diri Harvey.
Saat Selena sedang melamun, Harvey tiba–tiba menggigit bibirnya hingga timbul
rasa sakit.
Harvey berkata dengan dingin, “Kamu sedang memikirkannya lagi?”
Hati dan pikiran Selena sudah dipenuhi dengan Harvey, mana ada tenaga
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt
memikirkan orang lain.
Selena menjawab dengan dingin dan wajah tegas, “Nggak ada, sudah berapa kali kubilang padamu,
kami hanyalah teman.”
“Cih.” Harvey mendengkus dingin.
Jelas terlihat di matanya bahwa Selena adalah seorang istri yang tidak setia, dia tidak percaya dengan
apa pun yang Selena katakan.
Harvey bukan hanya tidak percaya, emosinya pun makin membuncah. Ujung jarinya menyentuh wajah
Selena, kemudian berkata dengan nada berat, “Apa dia
pernah menyentuhmu?”
Selena membelalakkan mata, tidak menyangka Harvey akan bilang begini Dia pun
menjawab dengan nada yang lebih dingin, “Nggak, sudah cukup
Setiap ucapan Harvey seperti pisau yang menyayat hati Selena, lalu menaburkan
garam sedikit demi sedikit. Luka di hati Selena jauh lebih sakit dibandingkan luka
fisiknya,
“Dia menyentuh tanganmu.” Harvey seperti anak yang terkena gangguan paranoid
Tangannya perlahan menyelipkan jari–jarinya ke jari–jari Selena.
Selena membuka mulutnya tetapi tak mengucapkan sepatah kata pun. Dia tidak tahu bagaimana
menjelaskannya.
Hanya bisa menahan emosi agar dirinya tidak marah pada Harvey.
Sikap kompromi Selena juga sebagai bentuk kemarahannya. Harvey membungkuk untuk
menggendongnya, lalu menuju kamar mandi.
Selena refleks menggenggam baju yang membalut dada Harvey, tubuhnya gemetar
karena kenangan buruk teringat kembali di kepalanya.
Apakah Harvey akan bertindak gila lagi?
Harvey perlahan meletakkan Selena di bak mandi dan berkata dengan lembut,” Jangan takut, aku
akan bantu memandikanmu.”
Lagi–lagi mandi sialan ini!
Selena teringat akan sensasi air dingin yang meresap ke sumsum tulangnya, kemudian bergegas
menggelengkan kepalanya dan berkata, “Harvey, jangan, jangan
perlakukan aku seperti ini.”
Pancuran dinyalakan, kabut air naik di kamar mandi.
Untungnya kali ini air panas.
Jari–jari Harvey mulai bergerak untuk melepas mantel Selena.
Pakaian dilucuti satu per satu hingga tersisa yang terakhir menutupi tubuh Selena.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm* 15 BONUS
Sudah jelas dahulu mereka berdua pernah melakukan hal yang lebih intim, Harvey sudah dua tahun
tidak menyentuhnya.
Setelah mengalami segala macam hal ini, Selena memiliki perasaan cinta, benci, marah, dan emosi
kompleks lainnya terhadap Harvey.
Dia merasa makin jijik dengan sentuhan Harvey.
“Jangan sentuh aku!” ucap Selena sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan menolak
Harvey menyentuhnya.
Harvey memandangi wanita yang duduk di bak mandi sambil memeluk lutut dan mata yang berkaca–
kaca, raut wajah Selena terlihat jelas menunjukkan penolakan.
Harvey menundukkan kepala sambil menatap Selena dengan dingin.
“Kenapa? Aku bahkan nggak boleh menyentuhmu?” Harvey menyeringai.
Selena jelas sekali merasakan bahwa aura pria ini menjadi sangat dingin, terutama kedua mata Harvey
yang tidak ada kehangatan sedikit pun.
Sepertinya Harvey makin salah paham. Selena melihat Harvey berdiri tanpa mengucapkan apa–apa
dengan tatapan mengejek, kemudian hendak pergi/
Harvey akan melakukan sesuatu.
Bukan Selena yang akan terkena sial, tetapi orang–orang di sekitarnya.
Selena meraih pergelangan tangan Harvey, “Jangan pergi.”