- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 170
Selena terkejut sejenak dan begitu tersadar, dia langsung mendorong Harvey.
Tidak ada alasan lain, hanya karena Harvey sudah menyentuh orang lain, Jalu menyentuhnya,
membuat Selena merasa jijik.
Namun usahanya sia–sia, telapak tangan besar pria ini menekan kepala
belakangnya, sehingga memperdalam ciuman mereka.
Selena mengernyitkan dahinya dan ingin menggigitnya, tetapi ketahuan olehnya
sehingga dia langsung meletakkan kedua tangannya di pipi Selena.
Pria dan wanita memiliki perbedaan kekuatan fisik yang sangat jelas, Selena pun
hanya bisa pasrah menerima perlakuannya.
Ketika dirinya mengira akan mati kehabisan napas, Harvey akhirnya
melepaskannya.
Selena Bennett memandangnya dengan mata yang memerah, seperti seekor kelinci. kecil yang marah.
Harvey menatapnya dengan dingin dan berkata, “Kenapa? Aku enggak boleh
menyentuhmu?”
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtTanpa menunggu jawabannya, jari–jarinya menekan pipi Selena semakin kuat dan menatapnya
dengan tatapan dingin.
Selena mengerutkan keningnya dan membatin, ‘Kenapa orang ini seperti orang gila.‘
“Lepaskan!” Dia melepaskan tangannya dengan susah payah dan berkata, “Kalau kamu enggak puas,
carilah Agatha, dia adalah tunanganmu.”
“Selena, sepertinya kamu sudah dewasa.
Harvey yang marah karena pergerakannya pun mencengkeram tangannya.
Selena telah belajar dari pelajaran sebelumnya dan tidak berani melawan terlalu banyak, takut hal itu
akan memaksanya masuk ke situasi yang lebih rumit.
Selena terpaksa menerima perlakuannya. Begitu melihatnya menyerah untuk
memberi perlawanan, Harvey melepaskannya dan pergi ke kamar mandi dengan tatapan roaish
Selena menggosok pipi yang terasa sakit karena ditekan oleh Harvey Emosi Harvey kini lebih tidak
menentu dibandingkan sebelumnya.
Dia diam–diam mengingatkan pada dirinya untuk jangan membuat Harvey marah
lagi.
Sepuluh menit kemudian, pria yang sudah mandi kembali keluar dengan rambut yang masih basah.
Dia berjalan melewati Selena tanpa menatapnya dan menuju
lemari pakaian.
Selena tahu betul bahwa membuatnya marah hanya akan membuatnya semakin terjebak dalam situasi
yang tidak menguntungkan.
Dia membuka lemari pakaian di sisi lain dan mengambil jas. “Pakai yang ini.”
Itu adalah setelan jas berwarna abu–abu, yang tidak hanya terlihat formal dan elegan, tetapi juga tidak
terlihat mendominasi. Sangat cocok untuk acaranya hari ini.
Harvey perlahan melangkah ke arahnya, awalnya Selena kira dia akan menolak niat baiknya, tetapi
pria ini malah menyanggah satu tangan di sisinya, Selena pun mendorongnya tanpa sadar.
Dia terus mendekat, sampai tubuhnya yang terkulai bersandar pada pakaian lembutnya, dia
menyekapnya di dalam lemari pakaian yang sempit.
Selena merasa sedikit gugup dan bingung saat melihat matanya.
“Kamu….
Harvey mengulurkan tangan untuk membelai pipinya dan berkata, “Sudah lama kamu enggak
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmmemilihkan pakaian untukku.”
Selena tergugah, pria ini memang selalu bisa menarik hatinya dengan mudah.
“Bukannya kamu yang enggak pulang?” Suaranya terdengar marah dan tak berdaya.
Harvey membungkukkan tubuhnya dan mencium bibirnya, Selena hanya bisa memeluk lehernya agar
bisa mencium tubuhnya.
Tempat yang sempit membuatnya terengah–engah, tetapi dia tidak berani
mendorong Harvey lagi, dan terpaksa menerima ciumannya.
Harvey tidak bisa mengungkapkan apakah perasaannya terhadap Selena lebih cinta daripada benci
atau lebih benci daripada cinta, tetapi dia yakin satu hal
Wanita yang dia kira bisa dia lepaskan, ternyata sudah lama terukir di dalam
hatinya.
Meskipun ada kebencian dan rintangan di antara mereka, tetapi Harvey tetap ingin melaluinya dan
memeluknya lagi.
Kepalanya hanya dipenuhi satu hal, yaitu menciumnya, memilikinya dan menjadikannya miliknya.
Mata Harvey yang terkulai menatap penuh kasih sayang yang mendalam, melingkari dirinya seperti
tanaman merambat,
Dia berkata dengan suara serak, “Selena, ayo kita buat sebuah kesepakatan.”