- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 175
Asbaknya sangat berat, dia saja kesulitan memegangnya dengan satu tangan.
Bahkan dalam benaknya sedang memikirkan apakah darah yang mengalir dari kepalanya akan
mencipratnya begitu asbak ini memukulnya?
Saat tersadar dirinya memiliki pemikiran seperti ini, Selena takut akan dirinya
sendiri.
Saat ini, Harvey menoleh dan menatapnya, membuat pandangan mereka berdua
bertemu.
Sebelum Harvey bicara, Selena segera berkata, “Kenapa merokok begitu banyak?”
Tadi saat Harvey melihat Selena memegang asbak itu, dia langsung mengira bahwa
Selena ingin membunuhnya dengan asbak itu, tetapi begitu Selena berkata
demikian, kecurigaannya perlahan menghilang.
Dia menunjukkan wajah tenang dan dingin, “Apa urusannya denganmu?”
Nada bicaranya yang dingin penuh dengan penghinaan. Selena meletakkan
asbaknya, lain kali dia harus mengambil yang lebih tajam jika ingin membunuh.
Dia menahan ketidaknyamanan di hatinya, lalu meraih ujung baju Harvey sambil
berkata dengan pelan, “Itu… Tadi pagi aku bicara terlalu keterlaluan, aku minta
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt
maaf.”
Tatapan Harvey tertuju pada wajah Selena, wajahnya yang putih terlihat agak pucat
di bawah sinar cahaya, dia tidak berdandan dan wajahnya sangat bersih.
Selena memang cantik, tetapi kurang bersemangat.
Namun Selena yang seperti ini membuat orang mengasihaninya.
Dahulu, Harvey sangat tidak tahan apabila Selena sudah menarik ujung bajunya
seperti ini. Setiap kali, dia melakukan hal ini, bahkan Harvey bersedia mengambil
bintang–bintang di langit.
“Mana makanannya?” Satu kalimat ini bisa dibilang meredakan suasana di antara
1/3
+15 BONUS
mereka,
“Ini.” Selena melanjutkan tindakannya, kemudian bergegas mendorong makanan
yang ada di depannya.
Telur panggang bentuk cinta, nasi ayam teriyaki kari, salad sayur,dan semangkuk
sup burung, ini adalah hidangan rumahan yang sederhana tetapi sangat cocok
dengan selera Harvey.
Harvey sudah sangat lama tidak makan bekal buatannya, tatapannya saat ini tertuju
pada bentuk hati pada makanannya.
Dia ingat bagaimana dia pertama kali membuat bekal untuknya di dapur, berantakan
dan wajahnya sangat fokus.
Padahal saat itu tangannya terkenca cipratan minyak, tetapi Selena tidak peduli. Dia
tersenyum lebar saat menyajikan makanan di depannya sambil berkata, “Huh, ini
adalah makanan buatanku, meskipun nggak enak kamu tetap harus memakannya.”
Saat itu Selena selalu tersenyum, tidak seperti sekarang, meskipun berdiri di sisinya
bahkan Selena tidak percaya diri hanya merasa waspada..
apa–apa
Melihat Harvey yang tidak mengatakan Selena berkata dengan hati–hati,
Aku sudah membuatnya hangat dan nggak dingin, kamu boleh mencicipinya.”
Dia mengulurkan sumpit dan Harvey pun tidak menolak.
Rasa yang sudah lama tidak terasa menyebar di lidah, rasa itu bisa dengan mudahnya membawanya
kembali ke masa lalu.
“E, enak nggak?” Selena bertanya dengan hati–hati.
Harvey merasa tidak nyaman, sejak kapan Selena menjadi penurut seperti ini?
“Bukannya tadi pagi kamu sangat bersemangat saat marah–marah?” Harvey
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmmendongak menatapnya.
Selena mengerucutkan bibirnya, “Maaf, saat itu aku kehilangan kendali emosiku.”
“Apa kamu sudah makan?”
Selena memikirkan dirinya yang makan hingga muntah saat di dapur, kemudian
menjawabnya sambil memejamkan mata, “Belum, takut makanannya dingin.”
Harvey menariknya ke pangkuannya dan berkata, “Ayo makan bersama.”
Dia pura–pura bingung sambil berkata, “Tapi…”
Sesendok sup disuapkan ke mulutnya, Selena menelan sambil menjulurkan lidahnya, “Panas sekali…”
+15 BONUS
Dengan air mata yang menggenang di matanya, wajahnya terlihat seperti seekor anjing kecil yang
sangat kasihan, Harvey meniupnya dan menyuapinya lagi sambil berkata, “Nggak panas lagi.”
“Oh.” Dia minum dengan patuh, berpikir untuk tidak bersendawa.
Baru saja dipikirkan, suara terdengar dari tenggorokannya yang tidak bisa
dikendalikan.
“Hic…”
BIG SALE: 1250 BONUS FREE FOR YOU!
GET IT
Bab 176