- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 262
Padahal tidak saling bertatap muka, tetapi Selena merasa kalau suasana di antara mereka terasa aneh
dan menakutkan.
Suara Harvey terdengar sangat kesal. “Jadi ini yang mau kamu katakan?”
Hal ini sudah terlampau jauh, sudah terlambat baul Selena kalau mau mengakui apa yang sebenarnya
ingin dia katakan. Selena meyakinkan hatinya dan berkata, “Iya, bagaimanapun juga kita pernah saling
kenal jadi aku pikir aku perlu mengucapkan selamat padamu secara langsung.”
Harvey menggertakkan giginya. “Makasih atas doanya.”
Begitu selesai bicara, Selena mendengar kalau teleponnya diputus, sementara dia sendiri hanya bisa
menghela napas putus asa.
Padahal sudah jelas dia sendiri yang ingin tunangan, tetapi mengapa terlihat seolah–olah Selena lah
yang memaksanya bertunangan? Dia merasa seperti tidak rela.
Selena tidak mungkin memberitahu Harvey. Jika tidak, pesta pertunangannya bisa kacau balau.
Jangankan Agatha, bahkan Maisha sendiri juga pasti akan kesal setengah mati padanya.
Secara kebetulan, sebuah telepon dari Isaac membunyikan ponselnya. Selena merasa seperti ada
seorang juru selamat yang menolongnya.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt“Isaac.”
“Selamat pagi, Kak Selena.”
“Bisa nggak kamu menjemputku?” tanya Selena hati–hati.
“Bisa, dong! Aku sudah di jalan ke arah sana, satu menit lagi aku akan sampai di kompleks rumahmu.”
“Oke, aku turun sekarang.”
Pertama–tama, Selena mengamati CCTV untuk memastikan kalau tidak ada bahaya di luar. Setelah
itu. barulah dia buru–buru membawa barang–barangnya dan masuk ke dalam lift.
Biasanya akan ada banyak orang yang berlalu–lalang di depan lift pintu masuk kompleks. Tidak
mungkin akan ada orang yang begitu berani menyerang dirinya dalam waktu sedekat itu.
Jantung Selena berdebar kencang saat melihat lift turun perlahan.
8.7.6…
Selena menggenggam ponselnya erat–erat. Ada pesan masuk dari Isaac yang mengatakan kalau dia
sudah tiba di gerbang kompleks.
Isaac juga mengirim emoji yang lucu, serta memintanya untuk santai saja karena hari masih pagi.
Selena merasa sedikit tenang saat melihat emoji yang lucu itu. Dia tersenyum tipis,
Namun, begitu Selena mengangkat kepalanya, dia menyadari kalau lift tidak berhenti di lantai satu
seperti yang dia tekan sebelumnya dan malah terus bergerak turun.
Selena langsung merasa gelisah. Apakah ada orang yang mengutak–atik lift?
Selena langsung mengirim pesan suara kepada Isaac. “Isaac, aku ada di dalamn lift dan kayaknya
liftnya rusak. Aku curiga ada yang mengutak–atik liftnya.”
Begitu kalimat terakhir selesai diucapkan, pintu lift terbuka.
Begitu melihat orang yang berdiri di depan lift, ekspresi wajah Selena langsung berubah. Dia langsung
buru–buru menekan tombol tutup pintu lift dengan membabi–buta.
Isaac mendengar pesan suara yang dikirim oleh Selena. Suara wanita itu terdengar gemetar dan jelas
menunjukkan kalau dia sedang ketakutan.
Isaac mematikan mobilnya dan turun dari mobil. Sebuah pesan suara baru masuk ke dalam ponselnya.
Terdengarlah suara seorang laki–laki.
“Nona Selena, sudah kubilang kalau kamu nggak akan bisa kabur.”
Setelah itu, terdengar suara Selena meminta tolong. “Tolong! Cepat lapor polisi!”
Saat Isaac mencoba menelepon nomor Selena, ponselnya sudah tidak bisa dihubungi lagi.
“Kak Selena!”
Isaac langsung berlari ke tempat kejadian seperti orang gila dan melihat lift sudah kosong. Tidak ada
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmorang sama sekali.
Dia jongkok dan menemukan pecahan ponsel.
Sudah pasti ini adalah pecahan ponsel milik Selena.
Selena diculik melalui garasi bawah tanah!
Sialan.
Harvey menutup telepon Selena dengan marah dan melempar ponselnya dengan kesal. Wanita ini
semakin membuatnya kesal.
“Tuan Harvey, sudah saatnya. Helikopter sudah siap, kita akan berangkat ke pulau,” kata Chandra.
Harvey menatap langit biru yang cerah dan mengambil napas dalam–dalam. Entah apa yang sedang
dia
pikirkan.
Hanya dia yang tahu kalau rasa gelisah yang dia rasakan itu sudah berlangsung selama beberapa hari
terakhir, apa lagi pagi ini ketika dia bangun tidur. Rasa gelisahnya jadi makin kuat.
Perasaan kalau akan ada sesuatu buruk yang terjadi terus menghantui hatinya.
Namun barusan dia mendengar suara Selena yang sedang baik–baik saja. Apa lagi yang bisa terjadi?
“Ave bergi.”
eer“Harvey mengangkat kakinya dan melangkah masuk ke dalam helikopter.