- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 32
Kalau dihitung–hitung, sama saja seperti Harvey menemaninya melewati tahun baru. Selena
mengacungkan jempolnya seperti dulu. “Oke, sudah sepakat, ya!”
Harvey tertegun, Agatha menghadap ke arah Harvey dan mendengus manja. “Harvey!”
Harvey tidak menoleh ke arah Agatha. Dia mengulurkan jarinya perlahan dan mengaitkan. jempolnya
ke jempol Selena. “Sepakat.”
Permintaannya sudah terkabul.
Bisa dibilang, ini juga satu–satunya cara yang terlintas di benak Selena. Dengan Harvey setuju
menemani Selena selama sebulan, maka Selena akan membalas kebaikan Harvey ini dengan cara
melepaskannya untuk selamanya.
Agatha berkata dengan kesal, “Bukannya aku mendesakmu untuk bercerai, tapi gimana dengan status
anak–anak…‘
Melihat tingkah Agatha yang seperti itu, Selena jadi mual. “Aku ke toilet dulu.”
Harvey adalah orang yang sempurna, sayangnya tidak dengan seleranya.
Meskipun Agatha memang pernah menjadi tetangga Harvey, tapi tidak perlu sampai membiarkan
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtorang seperti ini menyiksa diri sendiri, ‘kan? Bahkan dia sendiri merasa kalau harga dirinya jatuh saat
berdiri berdampingan dengan Agatha. O
Masa Harvey terkena jebakan Agatha?
Selena memikirkan masalah ini sambil pergi ke toilet. Sepertinya tidak ada laki–laki yang tidak suka
wanita manja, ‘kan?
Dulu begitu dia bersikap manja, orang itu juga bersedia melakukan apa saja untuknya.
Satu bulan.
Ya, Harvey masih bisa memanjakannya selama sebulan.
Selena bersandar di pinggir toilet dan muntah dengan hebat. Jadi manusia memang tidak boleh
berbicara sembarangan, padahal pagi tadi dia merasa kalau akhir–akhir ini lambungnya sudah terasa
jauh lebih baik, tetapi ternyata malah sebaliknya.
Campuran darah segar berwarna merah terlihat mewarnai toilet. Meskipun sudah sering
melihatnya, Selena masih merasa tidak nyaman.
Namun, ini semua masih lumayan. Toh, waktunya juga sudah tidak lama lagi.
Setelah Selena selesai berkumur, dia menyeka mulutnya dan bersiap untuk keluar. Namun, pada
1/2
+15 BONUS
saat ini dia merasa ada seseorang yang menarik–narik ujung bawah bajunya.
Selena menunduk dan melihat seorang anak kecil yang wajahnya memiliki beberapa kemiripan dengan
Harvey. Satu tangannya berpegangan ke wastafel, sedangkan tangannya yang lain
memegangi baju Selena sambil berceloteh dengan bahasa yang tidak jelas, “Aa… Ibu…
Bagaimanapun juga anak ini adalah buah hati Harvey dan Agatha, melihatnya membuat Selena jadi
sangat kesal.
Mungkin karena Selena pernah menjadi seorang ibu walaupun sebentar, dia jadi tidak bisa benci
dengan anak–anak.
Selena berjongkok dan menunjuk–nunjuk ujung hidung anak itu sambil berkata dengan galak,”
Hei bajingan cilik, kalau sudah besar nanti jangan jadi kayak ayahmu yang suka menindas
perempuan, ya!”
Harvest merentangkan kedua lengannya dan menghambur ke pelukan Selena. “Mau peluk …”
Selena memasang tampang yang mengerikan untuk menakut–nakuti Harvest. “Aku ini bibi jahat, tahu!
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmNanti aku akan membuangmu ke dalam hutan supaya diasuh oleh binatang, takut nggak?”
Harvest bukannya takut, tetapi malah tertawa terbahak–bahak.
Seorang pembantu yang mendorong kereta bayi datang dengan tergopoh–gopoh dan berkata dengan
ekspresi ketakutan, “Aduh, Tuan Muda! Kamu ini membuatku takut saja! Kok bisa pergi
ke sini, sih!”
Begitu menyadari wanita ini adalah Selena, pembantu itu langsung menarik anak kecil itu. Harvest
yang barusan masih tertawa–tawa langsung terlihat murung. “Ibu, mau peluk …
“Tuan Muda, jangan sembarangan! Dia itu bukan ibumu!”
Sambil berkata demikian, si pembantu langsung menggendong anak kecil itu dan buru–buru pergi. Hati
Selena terasa agak ngilu saat melihat air mata membanjiri wajah anak kecil yang
bulat dan lucu itu.
Selena hanya bisa tertegun sambil melihat tangan kecil gemuk milik bocah itu menggapai–gapai ke
arahnya sambil memanggil–manggil Selena dengan suaranya yang tidak jelas, “Aa… Ibu…
Selena berdiri di pintu toilet wanita sambil menangis tersedu–sedu, hingga Chandra
menemukannya.