- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 355 Harvey tidak menyangka Selena bisa mengenali Lanny hanya dari sepasang matanya.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtSituasi saat ini seperti mengeluarkan jantung dan menggorengnya di atas panci.
Selena tampaknya takut Harvey tidak percaya, lalu dia meneguk sedikit lemon untuk melembapkan tenggorokan dan melanjutkan. “Aku tahu kebenarannya sangat nggak masuk akal, tapi aku yakin itu dia. Asal kita ambil tulang Kezia buat dites, kebenaran bakal terungkap.” Harvey menggenggam gagang pisau erat-erat dan menjawab dengan suara rendah. “Nggak bisa.” “Kenapa?” “Dia sudah dikremasi dan suhu panas yang tinggi bisa merusak sel DNA. Andai aku setuju buat buka petinya, isinya juga cuma abu.” Tubuh Selena jatuh lunglai di sandaran kursi, suaranya agak gemetar. “Gimana bisa gini? Tapi tadi pagi aku pergi ke makamnya, terus aku lihat banyak tanah yang digali, seolah ditutup buru-buru. Mungkinkah ada orang yang gali makamnya sebelum kita?” Punggung Harvey terlihat tegang, tidak menyangka kalau Selena pergi ke sana.
“Aku bakal minta orang buat menyelidiki.” “Itu pasti orang dari Poison Bug yang ambil beberapa barang bukti, tapi ini juga dapat membuktikan ...” Harvey memotong ucapannya. “Buktikan apa? Kalau adikku adalah pembunuh?” Selena tahu saat adiknya disebutkan, Harvey pasti langsung tidak senang.
“Saat ini adikmu memang dicurigai seperti itu.” “Lalu, apa motif pembunuhannya? Kalau memang dia oa kenapa dia harus bertindak seperti itu? Buat apa menghabiskan banyak tenaga dan sumber daya buat membunuhmu. Kebencian macam apa yang dia miliki terhadapmu saat dia menghilang sewaktu kecil?” Selena menjelaskan dengan cemas. “Aku nggak tahu apa motifnya, tapi dia beneran pengin membunuhku, Kemarin malam...” Sebelum Selena selesai menceritakan kejadian kemarin malam, Harvey langsung memotong ucapannya dengan gusar. “Cukup! Aku sudah muak dengar omongan konyolmu!” (2) “Aku tahu kesimpulan kayak gini terdengar konyol dan nggak masuk akal. Tapi apa kamu nggak mau menyelidiki siapa yang merusak hubungan dan membodohi kita?” “Tentu saja aku bakal cari tahu.” Harvey menyembunyikan perasaan bersalahnya dengan menunduk.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmMelihat Selena masih ingin bicara, Harvey mendorong bistik sapi itu ke arahnya. “Sudahlah, makan dulu. Aku bakal urus masalah ini.” Selena tahu Harvey tidak ingin bicara lagi, jadi dia hanya diam.
Mereka berdua tidak bicara lagi sampai selesai makan. Selena menyeka mulutnya, lalu berdiri.
“Aku sudah kenyang. Hari sudah larut, aku pergi dulu.” Harvey menusukkan pisau ke piring dengan kuat. “Pergi? Mau pergi ke mana?” “Kedatanganku ke sini nggak mengubah apa-apa. Kita sudah bercerai, sebaiknya nggak usah bertemu lagi.” “Apa kamu mau cari pria dari keluarga Stellar itu?” Selena merasa tidak senang mendengarnya. Supaya tidak terjadi perdebatan, dia mengendalikan emosi dan menjelaskan dengan tenang. “Sudah kubilang dia cuma kuanggap sebagai adik laki-laki. Nggak ada hubungan apa pun di antara kami.” “Kamu nggak ada perasaan apa pun dengannya, tapi kamu yakin dia juga berpikiran gitu?” “Aku...” Harvey menghampirinya. “Seli, nggak ada pria yang bersikap baik sama wanita tanpa maksud tertentu. Di dunia ini nggak ada hal baik yang terjadi secara cuma-cuma.” Jari Harvey menyentuh dagu Selena. “Kamu tahu seberapa besar usaha, waktu, dan uang yang sudah dihabiskan buat membawamu pergi? Keluarga Besudah bangkrut, keuntungan apa yang bisa dia dapatkan? Seli, Dewa menentukan imbalan untuk setiap perbuatan. Menurutmu apa yang dia inginkan?” Selena tidak setuju dengan pendapatnya. “Harvey, jangan mikirin orang lain serendah itu. Cuma karena kami sudah berhubungan sejak kecil, kamu bersikap dingin dan menganggap semua orang sama sepertimu?”