- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 367 Maisha agak terkejut saat melihat Agatha, tetapi matanya segera berbinar-binar.
Dia sangat merasakan ketertarikan dengan Agatha.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt“Agatha, kamu datang? Kemari duduklah.” Awalnya Agatha berpikir dirinya sudah keterlaluan pada Maisha sehingga Maisha pasti sangat membencinya. Namun, tidak disangka, raut Maisha tak menunjukkan kekesalan sedikit pun. Sebaliknya, Maisha merasa bahagia akan kedatangannya.
Dia meletakkan parsel buah yang dibawanya. “Aku ... aku datang untuk menjengukmu. Kejadian sebelumnya itu bukanlah kesengajaan. Waktu itu perasaanku kalut karena kalah main game, jadi aku “Nggak apa-apa, Bibi nggak marah, kok. Tapi kamu juga jangan marah sama ayahmu. Saat dia marah besar dan memukulmu, aku sudah membicarakan dengannya.” Maisha melihat ekspresi malu Agatha, ekspresi yang tidak pernah ditunjukkan sebelumnya.
Agatha terdiam selama beberapa saat dan hanya memperhatikan wajah kurus Maisha.
Tak bisa dimungkiri, Maisha adalah wanita cantik. Agatha masih ingat penampilannya waktu mereka pertama kali bertemu.
Pada saat itu, Maisha masih terlihat muda dan cantik, sangat berbeda dari wanita kuyu dan pucat yang terbaring di ranjang rumah sakit.
Rambut hitam legamnya yang indah mulai tumbuh uban.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm“Aku sudah keterlaluan sama Bibi, apa Bibi nggak marahBdma sekali?” Agatha tidak hanya bersikap seperti itu sekali dua kali pada Maisha. Sebelumnya, dia mengira perbuatan Maisha hanya pura-pura, tetapi mana mungkin berpura-pura sampai sepuluh tahun lebih? Maisha menggelengkan kepala. “Buat apa marah? Kamu juga masih bocah.” Dia berinisiatif menggenggam tangan Agatha sambil menambahkan. “Agatha, aku tahu kamu selalu membenciku. Beberapa tahun terakhir, aku berusaha keras buat mengubah sikapmu padaku, tapi tampaknya gagal. Hidupku sudah nggak lama, bisakah aku minta satu hal padamu?” Agatha tidak tahu apa yang dipikirkan Maisha, lalu menjawab dengan pelan. “Katakan saja.” “Setelah kepergianku, ayahmu pasti bakal sangat sedih. Dia cuma punya kamu, putri satu-satunya. Kamu harus menemaninya, menenangkannya, dan jangan bikin dia marah lagi sama sikapmu yang kekanak-kanakan.” “Mau percaya atau nggak, selama beberapa tahun ini, Bibi selalu menganggapmu sebagai anak +15 BONUS kandung. Aku pengin melihatmu menikah dan sukses, tapi kayaknya nggak bisa. Bibi sudah siapin maskawin buatmu dan Selena, aku sudah kasih buat Selena. Ini buatmu dan kedua anakmu. Nggak banyak, tapi ini adalah itikad baik dari Bibi.” Wajah Agatha memuram saat melihat kartu ATM di telapak tangannya.
“Satu hal lagi, tentang perseteruanmu sama Selena. Meski aku nggak begitu paham masalahnya. Sejujurnya, Selena nggak berutang apa pun sama kamu, mengingat masalah sudah jadi seperti ini. Aku juga nggak bisa menilai siapa yang benar dan salah, aku cuma berharap kamu bisa menghapus dendam dan jangan bertengkar lagi sama Selena.” Maisha memohon dengan sedih. “Bibi mohon, jangan bertengkar lagi sama Selena.” Sebelumnya, Agatha pasti sudah memakinya.
Namun, saat dia melihat Maisha hari ini, dia teringat penampilan Maisha yang dipenuhi dengan darah, membuatnya sedih dan kehilangan kendali atas emosinya.
Agatha menjawab dengan suara serak. “Aku paham, Bibi nggak bakal mati, kok.” *Semua orang pasti mati, untungnya kamu sudah besar, jadi aku merasa tenang sekarang...” Maisha terus bicara tanpa henti, perasaan Agatha makin kalut. Pada akhirnya, dia melarikan diri.
“Anak ini.” Maisha mengira dia tidak tahan dengan ocehannya, lalu menghela napas kecewa.
Agatha berlari keluar dengan kencang, tubuhnya masih agak gemetaran.
Sampai dia menerima panggilan masuk. “Halo.” “Apa kamu berhasil?”