- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 555 Harvey bersandar di sofa berbahan kulit asli. Kepalanya agak terangkat ke belakang, wajah tampannya tampak sangat kelelahan, dan kedua matanya terpejam.
Selena yang melihatnya lekas duduk tenang di hadapan Harvey seraya mengambil buku pemrograman tanpa membangunkannya.
Angin dingin yang menerpa dari luar membuat Harvey terbangun perlahan.
Dilihat dari cuaca dingin di luar, mungkin akan hujan salju dalam beberapa hari mendatang.
Lampu ruangan yang terang dan kegelapan malam terlihat sangat kontras.
a segar van Di atas meja ada baru dibawa pagi ini, dipangkas dengan indah, dan aroma harum semerbak ke seluruh ruangan.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtApartemen ini memiliki suasana paling mirip dengan rumah.
Namun, tak peduli seberapa nyaman penataannya, tetap takkan mengubah hubungan di antara mereka.
Dulu, dunia luar yang dingin pada mereka. Kini, hubungan mereka yang justru tidak baik-baik saja.
Dulu, ketika melihat Harvey sempat tertidur, Selena pasti akan menyelimutinya. Kini, tak ada acuh yang tersisa sama sekali.
Selena yang duduk di hadapannya sembari membaca buku hanya menatap dengan ekspresi tenang. ” Sudah bangun? Katanya kamu sudah menemukan sesuatu?” Selena langsung bicara ke intinya tanpa basa-basi _— Sekarang, Selena hanya terang-terangan menganggapnya sebagai alat.
Menurutnya ini adalah utang Harvey pada dirinya yang harus ditebus.
“Ya, beberapa waktu ini, aku memerintahkan orang untuk menyelidiki semua Jalan Bunga. Di seluruh negeri ada total 52 jalan dengan nama seperti itu, 30 di antaranya sudah direnovasi, ganti nama, dan diambil alih. Setelah menyelidiki cukup lama, akhirnya bisa dipastikan Jalan Bunga yang dikatakan oleh nenek itu sekarang berada di Kota Bahar.” “Itu kabar baiknya. Kabar buruknya, letak Kota Bahar cukup spesial. Sejak zaman kuno, kota itu merupakan tempat yang strategis. 60 tahun yang lalu mengalami serangan bom dahsyat, lalu dikuasai negara lain selama 10 tahun lebih, Jalan Bunga sendiri sudah berganti nama berkali-kali. Ketika 20 +15 BONUS tahun yang lalu saat pembangunan dan reformasi besar-besaran, seluruh Kota Bahar di bangun ulang dan Jalan Bunga sudah nggak ada lagi.” Harvey mengeluarkan tumpukan dokumen yang tebal. “Dulu, jalan nomor 23 sudah diubah jadi Lembaga Kesejahteraan Sosial. Di sebelahnya ada panti jompo, yayasan yang dikhususkan untuk menyediakan tempat tinggal bagi anak-anak tunavisma dan orang tua. Pohon kurma di sana masih tetap terawat dengan baik.
Selena mengambil dokumen tersebut dan membacanya dengan saksama, tercatat semua perubahan Jalan Bunga dari 70 tahun yang lalu sampai sekarang dalam dokumen tersebut.
Sama persis seperti buku sejarah, perlahan ada perubahan dari foto hitam putih menjadi foto berwarnal usai melalui berbagal perubahan zaman.
Pada foto terakhir, di sebelah pohon kurma tersebut terbagi menjadi panti jompo dan Lembaga Kesejahteraan Sosial.
Meskipun diterpa musim dingin, pohon kurma besar itu tampak sangat jelas dan tampak jelas sudah bertahan dari waktu ke waktu..
Kota Bahar sudah turun salju. Dalam foto itu masih terlihat sebuah bangunan di sebelahnya yang tertutup oleh tumpukan salju.
“Apakah orang yang tinggal di Jalan nomor 23 saat itu berhasil ditemukan?” Harvey menggelengkan kepala. “Waktu itu, benar-benar kacau. Banyak orang yang mengklaim jadi pemimpin di wilayah mereka sendiri, rakyat menderita, menyebabkan sulitnya pendataan aset properti.
Ditambah lagi hal itu sudah terlampau lama, sangat sulit untuk tahu siapa pemilik tempat tersebut, tapi...” Harvey mengambil satu foto dari banyaknya tumpukan foto, lalu melanjutkan, “Bukan berarti aku nggak dapat apa-apa. Setelah mencari tahu dari beberapa sumber, beruntungnya aku bisa menemukan foto ini.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmSelena mendekatkan kepalanya dan melihat seorang wanita yang mengenakan pakaian tradisional sedang menatap langit di bawah dedaunan pohon kurma.
Wajahnya memang tak bisa dikatakan persis dengan Selena, tetapi punya kemiripan hampir 90%! Tak k heran Nenek berkata Nona sudah kembali karena dari sudut ini benar-benar terlihat mirip.
Wanita di foto itu mengikat rambutnya tanpa mengenakan perhiasan sama sekali, tetapi masih tampak anggun dan menawan.
+15 BONUS Sorot matanya teralihkan menuju bocah kecil berusia sekitar lima tahunan yang berada di cabang pohon kurma.
Sayangnya, teknologi fotografi kala itu masih belum sejernih saat ini. Hanya tampak siluet buram dari bocah itu di dalam foto.
Selena merasa tidak asing kala melihat orang di foto itu. “Menurut kamu, mungkinkan dia ini nenekku atau nenek buyutku?” “Kemungkinannya begitu. Sayangnya, ada serangan bom dahsyat yang dialami saat Kota Bahar masih disebut Kota Patron. Banyak dokumen dan foto yang hancur, sangat sulit untuk mencari tahu identitasnya. Foto ini saja sulit sekali didapatkan,” jelas Harvey.
Selena mengelus-elus foto tersebut. “Bagus banget kalau bisa tahu identitas wanita ini.” “Kalau ada foto lebih mudah untuk mencari tahunya, tapi tetap membutuhkan waktu.” “Benar,” balas Selena mengiakan.
“Ada satu hal lagi, Namamu dalam daftar target pembunuhan di Blake-X sudah dibatalkan. Aku juga sudah mengetahui sedikit informasi orang yang menyewa pembunuh bayaran untuk menghabisimu.” “Siapa?” “Kemungkinan dia ada di luar negeri karena alamat IP-nya berasal dari luar negeri dan sudah mati setengah bulan yang lalu.” Selena mendongakkan wajah. “Mati? Aneh banget!” serunya.
“Mungkin karena takut ketahuan, jadi dia dikambinghitamkan. Seli, orang ini pasti bukan orang sembarangan.
Nggak cuma licik dan kejam, tapi juga ganas. Meski tanpa Blake-X, dia pasti masih punya cara lain.” Selena menyeringai. “Aku nggak takut,” ujarnya dengan berani.