- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 556 Saat hari pertama turun hujan, Selena pergi ke luar.
Selena kira, olahraga berlebih akan memperparah kondisinya, tetapi tampak aneh karena perutnya tak pernah sakit, bahkan sebelum dia hamil.
Meski tak mengetahui perkembangan tumornya, kondisi Selena dipastikan telah stabil dan tidak ada penyebaran lebih lanjut.
Ini adalah akhir pekan terbaik bagi Selena.
Sudah hampir satu tahun Selena tidak sempat jalan-jalan dengan baik dan merasakan kehidupan.
Saat dia berdiri di pusat perbelanjaan yang paling ramai, Selena melihat seorang wanita tengah berjalan tergesa-gesa. Wanita itu mengenakan setelan kerja, sepatu hak tinggi, dan mantel wol.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtSosok itu tengah mengamati sekeliling di bawah papan reklsaat Selena mendengar suara yang tidak asing di telinganya, “Olga.” Olga seketika berbalik untuk melihat. Kemudian, dia melihat Selena berdiri tidak jauh dengan mengenakan mantel wol hitam.
Rambut Olga yang makin panjang diikat ke belakang. Dia juga memakai sepasang anting sederhana di telinganya.
Apa lagi yang bisa Selena katakan? Dia sangatlah cantik.
Dulu, Selena adalah sosok yang ceria dan begitu ramah. Lalu, dia berubah menjadi seseorang yang kuat nan tangguh. Namun, sekarang, dia malah terlihat begitu x | dan misterius.
Hanya bisa dilihat dari kejauhan tanpa ada satu pun yang berani mendekatinya.
Olga hanya tahu bahwa Selena pergi untuk melahirkan anaknya. Sejak saat itu, dia tak pernah berhubungan lagi dengannya.
Ketika bertemu dengannya secara mendadak, Olga merasa begitu gembira. Dia segera berlari dengan sepatu hak tingginya ke arah Selena.
“Akhirnya, kamu menghubungiku. Kamu tahu nggak, sih, serindu apa aku denganmu? Aku khawatir akan mengungkapkan posisimu, jadi aku nggak berani mengganggumu. Bahkan, aku nggak bisa menghadiri pesta kelahiran bayimu.” Olga tak paham bagaimana Selena telah menjalani kehidupannya selama ini. Itu sebabnya Olga mengamati tubuh Selena penuh selidik.
“Kamu kelihatan lebih bersemangat. Wajahmu juga tampak sehat, ini bagus sekali. Tadi aku melihatmu dari kejauhan dan terkejut, wajahmu tetap sama, tapi terasa seperti melihat orang lain.
Wajah Olga penuh kegembiraan. Dia pikir, Selena tidak membawa anak itu keluar karena anak-anaknya masih terlalu kecil.
“Saat kamu meneleponku semalam, rasanya aku hampir mau pingsan saking bahagianya. Ayo berangkat, kita sudah sekian lama nggak bertemu, aku akan membelikan semua keinginanmu sebaik mungkin.” Usai berkata, Olga membawa Selena penuh antusias menuju salah satu restoran paling mewah di kota ini.
Sepanjang perjalanan, Olga tak henti-hentinya bercerita kepada Selena tentang perjalanannya selama setahun terakhir.
Olga mengikuti atasan yang suka mengeluh pergi ke banyak negara untuk urusan bisnis. Dia juga naik pangkat secara signifikan, bukan lagi sekadar pegawai remeh seperti dulu.
Setibanya di restoran, dia terus bicara lebih dari setengah jam. Setelah minum seteguk air lemon, dia baru sadar bahwa sejak mereka bertemu, Selena hampir tidak berucap sepatah kata pun.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmSelena lebih sering tersenyum dan menatapnya, lalu memberi respons, “Baiklah”, “Hmm*“, atau kata-kata sejenisnya.
Saat itu, Olga baru menghentikan pembicaraan dan menatap Selena. Dia berujar, “Selena, kamu benar- benar aneh! Para ibu di perusahaan kami nggak pernah berhenti membicarakan anak-anak mereka sendiri, kenapa kamu nggak pernah bicara tentang anakmu? Oh, ya, ini’hadiah yang kubeli untuk anak- anakmu.” Dia menyodorkan tas yang telah dia bawa sepanjang waktu, lalu mengeluarkan sejumlah perhiasan kecil dari dalamnya.
“Lihatlah! Ini gembok panjang umur, yang ini gelang, kalau yang ini liontin bulan kelahiran. Semua dibuat dari bahan yang sangat kokoh,” jelas Olga bersemangat.
Selena tersenyum tipis sebelum membalas, “Kamu mau buka toko emas dengan beli semua ini, ya?” “Nggak! Ini untuk anak-anak angkatku yang aku pun belum tahu siapa nama-nama bayi itu.” Selena mengambil sebuah gembok panjang umur yang cantik. Jarinya meraba kata “Keselamatan yang terukir di atasnya berulang kali.
Sungguh doa yang indah.
“Sudah nggak ada,” ucap Selena dengan suara teralun pelan.
“Apa yang nggak ada? Kamu belum pilih nama yang baik? Nggak masalah, kita bisa kasih mereka nama panggilan lebih dulu. Nggak apa-apa kalau belum ada nama resmi, kok, Bukannya lebih mudah untuk merawat mereka dengan nama panggilan yang sederhana?” cecar Olga, masih dipenuhi semangat.
Selena seketika berujar dengan suara bernada dingin, “Kubilang, anak-anak itu sudah nggak ada.” Senyum di wajah Olga membeku, tetapi dia enggan berpikir soal kemungkinan yang menyedihkan itu.
“Maksudmu dengan nggak ada, itu berarti...” “Anak-anak itu meninggal. Mereka lahir prematur dan nggak bisa diselamatkan,” potong Selena dengan tegas.
Olga membiarkan gembok panjang umur di telapak tangannya jatuh ke tanah. “Bag... bagaimana bisa begini? Satu anak sudah meninggal dan sekarang dua ... semuanya baik-baik saja, bagaimana bisa mereka lahir prematur?” Selena tersenyum pabhit, lalu menjawab dengan tenang, “Ceritanya panjang, lebih baik nggak usah dibicarakan. Itu sudah berlalu.” “Selena.” “Nggak apa-apa, ini sudah berlalu. Olga, aku ingin bertemu denganmu kali ini sebagai tanda perpisahan, ujar Selena.