- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 666 Ketakutan yang dirasakan Selena bukan karena mobil kehilangan kendali, melainkan dari alam bawah sadarnya.
Begitu masuk ke jalanan menurun, sang sopir berusaha menjaga laju mobil tetap stabil, tetapi kecepatan mobil seketika melaju begitu cepat.
Suara desir angin yang begitu keras menutupi suara detak jantung Harvey.
Potongan-potongan memori yang samar muncul di benak Selena. Mobil yang melaju cepat di tengah hujan di malam hari, suara petir yang menggelegar di langit dan jeritan wanita yang sedang menangis yang memilukan hati.
“Akh!” Selena langsung memegang kepalanya. Kepalanya terasa sangat sakit seperti tercabik-cabik.
“Seli! Jangan takut, aku di sini,” ujar Harvey sambil memeluknya erat.
Selena refleks menarik kerah baju Harvey, dia berteriak sambil menutup matanya, “Aku takut, Harvey, aku takut!” Yang dia takutkan bukanlah mati, tetapi sesuatu yang lebih menakutkan daripada kematian.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtNamun dia tidak mengerti perasaan ini. Jika dia bahkan tidak takut mati, apa sebenarnya yang sedang dia takutkan? Bersamaan angin kencang yang tiba-tiba masuk, Selena merasa jiwanya seakan-akan ikut terhempas keluar. [x] Hanya beberapa detik, dia sempat berpikir bahwa tidak masalah dia mati begitu saja, meninggalkan kehidupan yang buruk ini.
Selena terkejut ketika menyadari pemikiran itu. Mengapa dirinya ingin mati ketika kehidupannya begitu baik? Kecepatan sudah melebihi dua ratus, Harvey memeluk tubuh Selena dengan erat sambil dengan sabar menenangkannya, “Jangan takut, jangan takut.” Ketika Selena merasa hampir mencapai kebenaran, memori yang muncul di benaknya terhenti. Dia tidak bisa mengingat apa yang sebenarnya terjadi.
Sopir berkata dengan ekspresi serius, “Pegangan yang kuat. Kira-kira sepuluh kilometer lagi kita sampai ke jalur untuk menurunkan kecepatan.” Setiap detik dari perjalanan yang biasanya tidak terlalu panjang ini terasa seperti neraka. Yang paling ditakutkan pada saat ini adalah ada kejadian tidak terduga.
Jika ada kendaraan dari arah berlawanan melintasi garis pemisah dua arah itu, pasti akan terjadi tabrakan yang mengerikan.
Untungnya, Harvey sudah mengendalikan situasi terlebih dahulu, jadi tidak ada banyak mobil yang datang, sehingga mereka dapat melaju dengan aman ke jalur yang telah disiapkan oleh pihak polisi.
“Semua bersiap, kita akan masuk ke jalur penurun kecepatan.” Dari awal hingga akhir, sopir menunjukkan mental yang sangat kuat, tidak ada kepanikan sedikit pun.
Mobil mereka berhenti secara perlahan setelah menempuh jarak hampir seratus meter.
Saat berhenti, Selena tidak merasa lemas karena takut dan lambungnya tidak lagi sakit karena tegang.
*Kamu nggak apa-apa, ‘kan?” tanya Harvey yang mengkhawatirkan Selena.
Selena menggeleng dan menjawab, “Aku baik-baik saja. Ibu, bagaimana denganmu?” Ellia yang duduk di depan melepaskan sabuk pengamannya. Wajahnya terlihat begitu tenang, seakan barusan dia hanya berkeliling pedesaan.
Sama sekali tidak terdengar suaranya ketika mereka dalam keadaan bahaya.
*Apa yang perlu ditakutkan dari kematian?” Ellia adalah orang yang sudah berkali-kali dekat dengan kematian. Ketika dia turun dari mobil pun, dia terlihat sangat santai.
Sedangkan Selena, kepalanya masih terasa sakit, jadi Harvey membantunya turun dari mobil.
Matanya tertuju pada laut biru yang jauh, keningnya mengerut dan dia berusaha mengingat kembali sesuatu.
Dia berpikir di dalam benaknya, “Hal penting apa yang sudah kulupakan?” “Padahal tinggal sedikit lagi, tapi aku nggak bisa mengingatnya.” “Ukh.” Dia memegang kepalanya dan perlahan berjongkok.
Harvey memeluknya dari belakang dan berkata, “Sell, Jangan paksa dirimu untuk mengingat hal-hal yang nggak bisa kamu ingat, itu hanya akan menyakitimu sendiri.” “Tapi... apa yang sebenarnya aku lupa?” Harvey menenangkan Selena yang sangat gelisah, “Semua sudah berlalu, yang penting adalah masa depan dan saat ini. Apa kamu nggak ingin tahu slapa yang melakukan semua ini?” Selena perlahan mendongak, matanya bertemu dengan mata Harvey.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm“Kecelakaan hari ini bukanlah kebetulan, pasti ada orang yang sengaja melakukannya.” Bab 667 Mobil biasa saja pasti akan dilakukan pengecekan rutin, apalagi mobil mewah, jadi mengapa rem mobil mereka tiba-tiba tidak berfungsi? Pikiran Selena mulai menjadi jernih. “Apa orang yang melakukan ini sama dengan orang yang mencelakai anak kita?” “Ibuku bertahun-tahun nggak muncul di publik, Jadi dia nggak mungkin ada musuh. Saat aku datang menjemputmu, mobilku tidak ada masalah. Hanya mobil yang kalian gunakan mengalami masalah.
Kemungkinan besar pelakunya adalah musuh keluargamu.” Selena membelalak dan berkata, “Orang itu sangat kejam.” Selena menjadi lengah karena begitu dimanjakan oleh Harvey setelah dia sadar dan amnesia meski Harvey selalu mengingatkannya untuk berhati-hati. Hari ini, Selena baru merasa waspada ketika berhadapan dengan kematian.
Bagian depan mobil sudah penyok karena menabrak penghalang yang disiapkan untuk menurunkan kecepatan itu. Jika tidak ada penghalang itu, lalu mobil menabrak sesuatu yang keras, mobil pasti akan terbalik dan merengut nyawa mereka.
musuh yang sangat Selena mengepalkan tangannya dengan erat. “Apa aku sungguh nggak punya dendam padaku? Seberapa besar dendamnya sampai melakukan hal kejam seperti ini?” “Seli, aku nggak akan blar dia berkeliaran bebas.” Setelah mengantar mereka pulang, Harvey terus menemani dan menenangkan Selena yang masih merasa gelisah.
Ketika matahari terbenam di cakrawala, Selena akhirnya tertidur.
Begitu Harvey keluar dari kamar, dia melihat Ellia sedang merokok di balkon.
“Ibu, merokok nggak baik untuk kesehatan.” Ellia mematikan rokoknya dan duduk di samping. “Sudah kebiasaan,” ujarnya.
“Sudah jam segini, Ibu nggak olahraga?” Ellia sangat disiplin. Jika tidak ada urusan penting, dia akan berpuasa dan melakukan yoga di malam hari.
“Menunggumu.” Ellia bersandar dengan malas di kursi sambil berkata, “Beri tahu apa yang terjadi hari ini?” “Bukankah Ibu sudah melihat sendiri?” Ellia memainkan cincin di jarinya sambil berkata, “Meskipun Ibu pernah gila, Ibu nggak bodoh. Sopir yang mengantar kami ke mal adalah Anto, tetapi kenapa tiba-tiba menjadi sopirmu? Saat kecelakaan terjadi, kamu menghubungi polisi. Secepat apa pun mereka datang, lokasi untuk penghentian seharusnya berjarak 20 km, bukan di tempat tadi.” “Ternyata memang nggak bisa menyembunyikan dari Ibu.” Ellia meliriknya dan berkata, “Jangan bilang semua ini rencanamu?” Harvey menggeleng dan menjawab, “Tentu saja bukan. Apa Ibu masih ingat aku pernah bilang ada orang yang ingin mencelakai Seli?” “a.
*Karena aku tahu ada orang yang ingin mencelakainya, aku nggak akan berdiam diri saja. Hari ini, ketika Anto sedang menunggu kalian, dia membeli sebotol air dan nggak lama kemudian dia sakit perut. Saat dia pergi ke toilet, ada orang yang mendekati mobil.” Harvey membuka ponselnya dan memutar sebuah video. Dalam video tersebut, terlihat seorang pria mengenakan topi, kacamata hitam dan masker perlahan-lahan masuk ke dalam mobil.
Hanya beberapa menit, pria itu sudah keluar dari mobil dan pergi. Posisi pria itu berada tidak ada kamera pengawas. Video ini direkam oleh seseorang secara langsung di lokasi tersebut.
Ellia mengangguk dan berkata, “Kalau kamu sudah tahu sebelumnya, kenapa masih membiarkan kami dalam bahaya? Apa maksudmu? Aku dulu yang ingin mati, nggak mati-mati, hari ini malah hampir mati di tanganmu.” “Setelah beberapa kali menghadapi hal seperti ini, dapat disimpulkan pelakunya sangat berhati-hati. Kalau hari ini aku ganti mobil, pasti akan menimbulkan kecurigaan.” “Jadi kamu ingin menyelidiki orang itu dengan mengikuti petunjuk yang ada?” Harvey merapatkan tangannya di atas meja kecil dan berkata dengan suara serius, “Ya. Chandra sudah membawa beberapa orang untuk mengikuti pria itu ke tempat persembunyiannya.”