- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 745
Erna jadi sangat penasaran, “Oh? Untuk apa?”
“Jangan menertawakanku ya. Bocah dungu keras kepala di rumahku memberikan obat itu pada istrinya dan
malah memicu pertumbuhan sel kanker dengan cepat. Sekarang nyawa menantuku terancam, kamu telah
mengembangkan obat ini selama bertahun-tahun, tolong bantu aku kali ini, ‘kan kita adalah
saudara.”
Setelah mendengar kalimat itu, raut wajah Lanny yang penuh kecemasan dan ketegangan tiba-tiba menghilang
dan berganti menjadi ekspresi dingin.
Ternyata Ibu datang ke sini bukan untuk dirinya.
Lagi-lagi Selena.
Kakak mencintainya, Ibu juga mencintainya.
Duri bunga menusuk jari-jari Lanny tanpa disadari.
Untuk apa dia berharap?
Dulu Ibu tidak mencintainya, sekarang juga tidak.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt
Dia adalah seorang anak yang tidak diinginkan.
Lanny berbalik dan pergi, darah mengalir perlahan-lahan dari ujung jarinya.
Erna memainkan kipas di tangannya. “Obat ini bukannya masih dikembangkan di internal perusahaan?
Bagaimana anakmu bisa mendapatkannya?”
“Erna, ini masalah yang menyangkut nyawa. Nggak usah peduli bagaimana dia mendapatkannya.”
“Sepertinya orang yang mencuri adalah dia. Sayang, versi yang dibawanya adalah yang punya efek
samping. Kualat ‘kan dia.”
Ellia tersulut amarah. “Bisa nggak jangan ngomong setajam itu? Sama saja sih seperti dulu, nggak
berubah. Pantas Calvin nggak suka padamu.”
“Memangnya kamu pikir kamu sebaik apa? Bukannya Naufan juga memanggilmu gila?”
“Sudah jangan berantem. Orang bisa menertawakan kita yang selalu bertengkar. Cepat katakan, ada
nggak obat penawarnya?”
123
+15 BON
Erna meliriknya sebentar, “Meski aku punya pun juga nggak akan aku kasih. Nyawa Selena sudah dibeli
oleh seseorang.”
“Siapa?”
“Kamu pikir aku akan buka mulut?”
“Nggak heran anakku minta aku menyelidikimu. Apa kamu berbisnis dengan Agatha?”
“Kak, karena kita dekat, aku akan mengingatkanmu. Jangan terlibat dalam urusan Selena. Dengan obat penawar
pun dia belum tentu bisa bertahan. Mungkin mati lebih baik.
Ellia menjawab dengan tenang, “Aku nggak akan mengurus urusan orang; tapi kalau ada cara menyelamatkan,
aku pasti akan mencoba. Erna, tolong bantu aku.”
Erna menghela napas. “Sudah lama sekali aku nggak melihatmu merendah. Baiklah, aku akan bantu. Tapi aku
hanya bisa sedikit membantumu ya.”
“Oke.”
“Satu lagi. Obat ini cuma bisa menghilangkan efek samping M.1, bukan untuk melawan kanker. Kalau nggak
berhasil, jangan cari aku lagi.”
“Terima kasih, Erna.” Ellia tahu betul bahwa memberikan obat penawar kepada. dirinya sendiri sudah
cukup sulit.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm
Setelah mendapatkan obat penawar, Ellia segera memberikannya kepada Chandra untuk diserahkan
kepada Selena.
“Kamu nggak ikut pergi?” Erna tersenyum, “Masih ada yang mau kamu bicarakan denganku?”
Ellia menjawab dengan serius, “Erna, aku mau bertemu dengan anak itu, Aku tahu dia membenciku, tapi
aku tetap ingin bertemu.”
“Oke. Tapi karena dia sangat membencimu, terserah dia ya mau ketemu atau nggak.’
“Aku akan melihatnya dari jauh.”
Erna bangkit perlahan lalu berkata, “lkut aku.”
Dua orang itu pergi ke laboratorium bawah tanah dan Erna berhenti di depan sebuah jendela kaca.
Ini adalah kaca satu arah, sehingga orang di dalam tidak bisa melihat keluar tapi orang dari luar bisa melihat ke
dalam. Kaca ini bertujuan memudahkan mereka dalam memeriksa kemajuan dan status
2/3
+15 BONUS
setiap orang.
Erna menunjuk dengan jarinya. “Itu dia. Itu putrimu. Jangan tanya kenapa dia nggak mirip sepertimu karena
wajahnya terbakar dalam kebakaran besar, ini adalah wajah setelah operasi plastik.”
Ellia berujar dengan miris, “Putriku ...”