- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 798 +15 BONUS Selena tiba-tiba membuka mata dan duduk tegak. Tepat pada saat dia terlelap dalam tidurnya, entah kenapa dia mendadak terbangun.
Dia turun dari tempat tidur dengan naluri untuk melihat sekelilingnya, bahkan air laut pun tidak bergelombang yang besar, juga tidak ada suara apa pun. Lantas kenapa dia bisa terbangun? Hari sudah sangat larut. Selena membuka pintu kamar dan langsung melihat seorang pria yang sedang merokok tidak jauh dari situ.
Selama waktu yang mereka habiskan bersama, Selena belum pernah melihat merokok. Namun, saat ini sedang bersandar miring di pagar.
Wajah hampir tidak bia terlihat di lorong cahaya yang sangat redup, tubuhnya juga diselimuti kegelapan.
Hanya bisa melihat cahaya merah menyala di ujung jari-jarinya yang panjang.
Seluruh aura orang ini sangat berbeda dari biasanya, bagaikan bulan dingin yang diselimuti kabut hitam.
Tubuhnya memancarkan aura misterius dan menyeramkan.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtSaat melihat Selena, jari-jarinya dengan cepat menjentikkan puntung rokok, cahaya merah melintas seperti parabola di malam gelap yang kemudian jatuh ke laut.
“Nona, ada apa? Nggak bisa tidur?” tanya sambil bergegas mendekat.
Ketika berjalan dari kegelapan menuju cahaya, wajahnya masih terlihat polos, membuat Selenal merasa dirinya salah lihat.
“Kok belum balik ke kamar? Selena agak heran, sudah jam segini masih di luar. Apakah selama ini selalu seperti ini, diam-diam menjaganya tanpa sepengetahuannya? “Hm, aku takut terjadi sesuatu yang nggak terduga, toh waktu tidurku sedikit, balik ke kamar pun nggak bisa tidur. Kenapa keluar kamar lagi?” “Aku keluar sebentar untuk menghirup udara segar.” Selena juga tidak bisa menjelaskan apa yang terjadi. Namun, hatinya memang tidak begitu tenang.
“Tenang saja, aku sudah menghubungi kapten, mereka akan segera kembali.” memperhatikan ekspresi di wajah Selena, dia merasa Selena ragu-ragu ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak jadi Selena ucapkan. Hal ini membuatnya berpikir apakah itu karena penembakan +15 BONUS sebelumnya hingga membuat Selena takut? “Nona, kalau kamu takut, aku bisa masuk ke dalam kamar untuk menemani kamu, apa kamu akan merasa lebih tenang dengan kehadiranku?” “Baiklah.” Selena setuju dengan usulannya dan membiarkannya masuk ke dalam kamar.
Selena berbaring di tempat tidur, sementara duduk di lantai. Meski berjarak tiga meter dari pandangannya, memberikan rasa aman yang sepenuhnya padanya.
Dua orang naik ke kapal dengan wajah yang merah padam karena mabuk sembari menggendong dua anak kecil.
“Kasihan sekali, bisa-bisanya ada keluarga yang kejam membuang anak mereka seenaknya di daerah terpencil seperti ini? Baron, besok kamu periksa apa ada keluarga yang kehilangan anak di sekitar sini.
“Siap, Kapten.” Paman Mike menggendong dua anak ini ke kamarnya sendiri. Tubuh anak laki-laki ini sangat kotor, juga terkena beberapa dedaunan pohon. Tubuhnya penuh debu dan goresan, juga ada sedikit luka.
“Aduh, si kecilku yang manis, kamu terlihat sangat kasihan, di mana ayah dan ibumu?” Dua anak itu tidak berbicara dan hanya menggelengkan kepala.
Melihat mereka juga masih kecil, mungkin mereka belum bisa berbicara, terutama adik perempuan dengan hidung merah merona, terlihat sangat menggemaskan.
“Jangan takut, Sayang. Kakek akan membuat makanan enak untuk kalian.” Kapten Mike menyediakan banyak makanan enak untuk keduanya. Awalnya mereka agak curiga padanya, tetapi kemudian karena mereka sangat lapar, akhirnya mereka mau makan sedikit.
Anak laki-laki itu seperti serigala lapar yang selalu menatap menahan gadis kecil di belakangnya.
Sikapnya ini membuat Kapten Mike kagum.
Anak yang begitu kecil sudah paham bagaimana melindungi adiknya.
Dia mengambil kotak obat dan dengan lembut mengusap pipi anak laki-laki kecil itu dengan handuk hangat.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm“Sakit, nggak?” +15 BONUS sebelumnya hingga membuat Selena takut? “Nona, kalau kamu takut, aku bisa masuk ke dalam kamar untuk menemani kamu, apa kamu akan merasa lebih tenang dengan kehadiranku?” “Baiklah.” Selena setuju dengan usulannya dan membiarkannya masuk ke dalam kamar.
Selena berbaring di tempat tidur, sementara duduk di lantai. Meski berjarak tiga meter dari pandangannya, memberikan rasa aman yang sepenuhnya padanya.
Dua orang naik ke kapal dengan wajah yang merah padam karena mabuk sembari menggendong dual anak kecil.
“Kasihan sekali, bisa-bisanya ada keluarga yang kejam membuang anak mereka seenaknya di daerah terpencil seperti ini? Baron, besok kamu periksa apa ada keluarga yang kehilangan anak di sekitar sini.” “Siap. Kapten.” Paman Mike menggendong dua anak ini ke kamarnya sendiri. Tubuh anak laki-laki ini sangat kotor, juga terkena beberapa dedaunan pohon. Tubuhnya penuh debu dan goresan, juga ada sedikit luka.
“Aduh, si kecilku yang manis, kamu terlihat sangat kasihan, di mana ayah dan ibumu?” Dua anak itu tidak berbicara dan hanya menggelengkan kepala.
Melihat mereka juga masih kecil mungkin mereka belum bisa berbicara, terutama adik perempuan dengan hidung merah merona, terlihat sangat menggemaskan.
“Jangan takut, Sayang. Kakek akan membuat makanan enak untuk kalian.” Kapten Mike menyediakan banyak makanan enak untuk keduanya. Awalnya mereka agak curiga padanya, tetapi kemudian karena mereka sangat lapar, akhirnya mereka mau makan sedikit.
Anak laki-laki itu seperti serigala lapar yang selalu menatap menahan gadis kecil di belakangnya.
Sikapnya ini membuat Kapten Mike kagum.
Anak yang begitu kecil sudah paham bagaimana melindungi adiknya.
Dia mengambil kotak obat dan dengan lembut mengusap pipi anak laki-laki kecil itu dengan handuk hangat.
“Sakit, nggak?”