- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 157
Samantha melihat Samara, dan teringat pada ucapan Emma.
Asta sosok yang selalu arogan dan tidak pernah berhubungan dengan wanita, malah
mengejar–ngejar dan mencium seorang wanita jelek seperti ini.
Bahkan saudara kembarnya, Samara, sudah mati terbakar dalam kobaran api lima tahun
lalu, mayatnya pun tidak bersisa.
Nama ‘Samara‘ ini….
Bahkan tidak lenyap setelah lima tahun kemudian, benar–benar membuat orang jijik
sampai mati.
“Paman Michael, ada orang luar yang menerobos masuk kenapa kamu tidak
menghalanginya?” Samantha menoleh kearah Michael.
“Tuan Muda Asta sudah pernah berpesan, Nona Samara boleh keluar masuk Kediaman
Costan sesuka hatinya.” Michael melihat Samara datang untuk melindungi dua anak itu
tentu dia juga berusaha untuk membantu Samara.
Wajah Samantha berubah drastis.
Raut wajah Borris juga tidak lebih baik : “Apa sebenarnya yang dipikirkan oleh Asta!”
“Tuan Borris, sebelumnya saya sudah memberitahumu, cucumu lah yang menjeratku,
bukan saya yang menjerat dia.” Samara mengangkat alisnya. “Kamu harus tahu
urutannya.”
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt
“Kamu––––”
Samara mengeluarkan selembar cek dari tasnya dan melemparkannya ke hadapan
Samantha
“Sepuluh miliar ini kukembalikan padamu hari ini.” Samara cemberut dan mencibir,
“Jangan bicara padaku dengan mulutmu yang mengira uang bisa membeli segalanya,
kesabaranku terhadapmu tidak pernah baik
Samantha tidak menyangka Samara berani mengatainya, dan wajahnya memerah.
Samara tidak ingin banyak bicara dengan Borris maupun Samantha.
Yang paling dia khawatirkan saat ini adalah tubuh Oliver.
“Oliver, Olivia ayo ikut denganku.” Samara menggendong Oliver lalu menoleh pada Olivia
yang menangis.
Borris memang sudah tua, tapi otoritasnya tidak bisa ditantang.
Rotan yang masih dipegang ditangannya diayunkan dengan kuat ke punggung Samara.
Samara tidak mengelak, dan menerima pukulan ini.
“Samara....” Oliver tidak bisa menahan air matanya, “Kakek buyut, kenapa kamu
memukulinya!‘
Samara tersadar, dan berbalik menatap Borris dan Samantha dengan mata memerah
“Hari ini, Keluarga Costan sudah membuka mataku.....”
Setelah berkata, Samara membawa Oliver dan Olivia pergi meninggalkan Kediaman
Costan tanpa berbalik sekalipun.
Samara mengendarai Bentley milik Keluarga Costan karena membawa dua anak kecil
Mungkin karena aura pembunuh yang begitu dingin terpancar dari tubuh Samara,
membuat tidak ada orang yang berani menghalanginya saat itu.
Sesampainya di rumah Samara.
Javier membuka pintu, dan saat pintu terbuka dia melihat Oliver dan Olivia yang berdiri
dibelakang Samara.
“Ibu, mereka kenapa?” Javier mengerutkan bibirnya, “Lalu dia siapa?”
“Kamu pernah bertemu dengan Olivia.” Samara memperkenalkan mereka pada Javier,
“Dia adalah Oliver, kakaknya Olivia.”
“Apa? Dia memanggilmu ibu?” Oliver yang mendengarnya terkejut, dan merasa hatinya
hancur, “Samara,kamu...sudah punya anak?”
“Iya.” Samara tidak berpikir panjang dan mengangguk : “Saya punya dua orang putra, dia
bernama Javier, dan satu lagi Xavier.”
Mendengar ucapan itu membuat hati Oliver hancur sekali lagi.
Dia menganggap Samara sebagai pujaan hatinya, dan akan menikahinya setelah dewasa
nanti, tapi dia tidak menyangka Samara sudah punya anak yang berusia sama
dengannya.
Mengesalkan!
Raut wajah Oliver tidak terlalu baik.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmBegitu juga dengan Javier yang kelihatan murung,
Javier mengira Asta hanya punya seorang putri, Olivia, namun tidak disangka dia memiliki
seorang kakak yang kelihatannya sangat dekat dengan ibunya ini.
Untuk sesaat, kedua anak laki–laki itu saling menatap, dan tidak ada yang mau menerima
yang lain.
Samara teringat luka di tubuh Oliver, dan berkata : “Javier, bawakan kotak obatku
kemari.”
Javier diam ditempat, Samara menyipitkan matanya dan mengulangi kembali kata–
katanya dengan sabar.
“Baiklah.” Javier akhirnya pergi mengambil kotak obat dengan enggan.
Oliver duduk diatas sofa, dan Samara membuka bajunya untuk memeriksa lukanya.
Oliver memiliki banyak perhitungan dalam hati, awalnya dia merasa sedikit malu dan
canggung, namun setelah bertemu dengan tatapan Samara yang
serius, dia segera mengubur semua itu dalam hati.
Samara mengangkat bajunya dan baru menyadari kalau punggungnya dipenuhi dengan
bekas pukulan rotan.
Segaris demi segaris...
Membekas di punggung Oliver yang putih dan mulus.
Previous Chapter
Next Chapter