- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 182
Seluruh ruangan gelap gulita hampir tanpa cahaya.
Air berwarna hitam yang dingin hanya mencapai betis Diana, tetapi yang membuatnya
ketakutan adalah ada sesuatu yang licin yang berenang di kakinya.
“Aah––”
Dia melompat di dalam air dengan ketakutan, sambil berteriak.
“Apa yang ada didalam air ini? Kenapa masih berenang! Biarkan saya keluar sekarang!”
Wilson menatap Diana dengan dingin, dan berkata dengan marah, “Sekarang kamu
merasakan ketakutan? Kamu berani menyakiti kekasih Tuan Asta, dan ini baru
permulaan...”
Setelah selesai berbicara, Wilson memberi beberapa perintah kepada penjaga, lalu
berbalik dan pergi.
Diana mengitari ruangan yang berisi air dengan putus asa, dan terus melarikan diri dari
belitan makhluk asing yang ada di dalam air.
“Jangan tinggalkan saya di sini sendirian!” teriak Diana dengan suara serak. “Saya Nyonya
dari keluarga Gandhi, kamu tidak bisa melakukan ini padaku! Kamu tidak bisa!”
Tapi—
Diana menjerit dan tidak ada yang mengasihaninya.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt
Wilson kembali ke kediaman Costan dan melaporkan situasinya ke Asta.
“Tuan, semuanya sudah selesai.”
“Bagus sekali” Sudut bibir Asta sedikit naik, tetapi ada aura dingin di mata tajamnya,
“Sebelum menyerahkannya ke kantor polisi, biarkan wanita itu berada didalam air dengan
ular air itu.”
“Baik.”
“Kamu boleh turun.”
Ketika Samara memasuki ruang kerja untuk mencari Asta, dia bertemu dengan Wilson
yang hendak pergi.
“Halo, Nona Samara.”
Wilson membungkuk pada Samara dengan hormat.
“Huh...” Samara terkejut dengan perlakuan Wilson dan ingin membungkuk padanya.
Tapi saat Samara hendak membungkuk, Asta memeluknya dari belakang, punggungnya
menempel di dada pria yang kuat itu.
Sangat ambigu!
Wilson tidak boleh melihatnya, dia buru–buru menundukkan kepalanya dan pergi, sambil
menutup pintu.
“Asta, kamu...”
Samara ingin bicara kepada Asta, tetapi dia tahu bahwa kata–katanya akan sia–sia dan
kalau terlalu banyak bicara dia akan membuat pria anjing itu marah.
Dan pada saat itu dia sendiri harus merasakan kemarahannya dan harus membujuknya
untuk memadamkan kemarahannya.
Diam sejenak.
Sarnara berkata, “Karena kamu sudah hampir sembuh, saya akan pulang besok”
“Baik”
Asta sepertinya menyetujuinya dengan mudah?
“Kamu sudah setuju?”
Bibir Asta berkeliaran dengan gelisah di telinga Samara, lalu akhirnya mendarat dengan
lembut.
Samara masih tidak bisa menahan diri untuk tidak mengeluarkan desahan.
Sekarang merasa kesal pada tubuhnya yang begitu sensitif ... hanya diusik sedikit
olehnya, dia akan langsung merespon.
Dengan napas berat, dan suara seraknya Asta berkata : “Persyaratan dariku adalah kamu
harus membawa Oliver dan Olivia pulang bersamamu.”
Mendengar ini, Samara sedikit gembira.
“Asta, kamu setuju saya membawa Oliver dan Olivia pulang bersamaku, apakah kamu
berbohong padaku?”
“Banyak pekerjaan penting yang tertinggal selama ini, dan saya perlu melakukan
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmperjalanan bisnis untuk waktu yang lama.” Asta menyerang, sambil mengucapkan kata–
kata yang paling serius, “Oliver dan Olivia menyukaimu, terutama Olivia, sejak bersama
kamu, afasia yang dideritanya
sudah jauh lebih baik...”
Samara sangat menyukai sepasang anak itu.
Membayangkan dia bisa membawa Oliver dan Olivia pulang, ditambah dengan Javier,
maka akan ada tiga bocah dirumahnya.
Gambaran kehidupan seperti itu sangat indah walau hanya membayangkannya.
“Baik, kalau begitu sudah beres, saya akan membawa Olivia dan Oliver pulang bersamaku
besok.”
Sosok Asta sedikit membeku.
Jari–jarinya yang kasar mencengkram dagu Samara dan membalikkan wajah kecilnya
menghadapnya.
“Saya akan melakukan perjalanan bisnis untuk sementara waktu, apakah kamu senang?”
Wajah Asia tiba–tiba menegang, dan cahaya dari mata tajamnya menjadi lebih gelap.
Samara terkejut, lalu bertanya dengan ragu.
“Lalu… saya harus sedih?”
Cengkraman Asta di dagu Samara berangsur–angsur meningkat.
“Kamu orang tidak tahu berterima kasih yang tidak pernah puas.”
Detik berikutnya, bibir tipis pria itu menyerangnya seperti hukuman, dan dia menuntut
dari Samara seolah ingin melampiaskan.