- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 195
Wilson mengetuk pintu.
Dia berjalan masuk, pandangannya jatuh pada Asta yang terfokus pada komputer
tabletnya.
Saat bekerja, Bosnya selalu melakukannya dengan tegas, wajahnya tidak menunjukkan
ekspresi sedikitpun.
Asta yang sekarang tetaplah Asta, hanya saja mata tajamnya memancarkan senyum
sayang
“Bos, Tuan White sudah tiba di ruang rapat.”
“Ya.”
Asta mengangguk sedikit, lalu berjalan ke hadapan Wilson sambil menggenggam
tabletnya.
“Wilson, carikan seseorang yang bisa mengedit gambar ini menjadi gambar berdefinisi
tinggi.”
“Hah?”
Wilson menerima tablet tersebut, lalu melihat gambar yang terdapat di layar tablet.
Gambar itu berupa seorang wanita mengenakan kostum eksotik tradisional berwarna
jingga dan hijau tua, wajahnya tertutup sehelai kain kerudung, sedang memainkan alat
musik kecapi di bawah sinar rembulan.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt
Yang perlu diedit ini …bukan dokumen kerja?
Yang perlu diedit adalah…wanita cantik yang sedang memainkan kecapi?
“Ada masalah? Alis Asta berkerut, seraya bertanya dingin.
Wilson spontan menggeleng: “Tidak…tidak ada masalah.”
“Jika tidak ada masalah, setelah saya selesai rapat, ponselku sudah
menerima gambar ini.” Mata tajam Asta kembali melembut, lalu dengan cepat berubah
dingin seperti yang dikenal Wilson. “Jika saya tidak menerimanya, potong bonusmu bulan
ini.”
Wilson spontan siaga seperti menghadapi musuh yang datang, mendengar akan potong
gaji.
“Bos, saya atur sekarang.”
Sebelah tangan Asta diselipkan ke dalam kantong jaketnya, lalu merenung tanpa sadar.
Mereka sudah berpisah selama tiga hari, kerinduannya pada wanita ini sudah mencapai
tahap yang tidak bisa dimengerti oleh Asta sendiri.
Tapi—
Kekejaman wanita ini sudah mencapai tahap yang membuat orang kesal.
Tiga hari ini, tidak ada satupun panggilan telepon ataupun pesan yang dikirimnya,
sepertinya tanpa Asta, dia tetap bisa hidup bahagia.
Asta sebal dengan kebebalannya.
Tapi siapa yang menyuruhnya menyukai Samara terlebih dahulu, cinta Asta padanya jauh
melebihi cintanya pada Asta.
Bagaimana ini?
Wanita yang dicintainya, bagaimanapun berdurinya wanita itu, dia tetap selalu
menyayanginya.
Samara melihat ketiga bocah tidur dengan nyenyak, dia sendiri juga kembali ke kamar
tidur sembari memijat-mijat bahu yang pegal.
Samara juga tidur sangat nyenyak.
Saat subuh, dia terbangun oleh deringan telepon.
Sarnara masih belum tersadar penuh, tangannya meraba ponsel yang terletak di bawah
bantal, tanpa melihat layar ponsel, langsung menerima panggilan tersebut
“Halo…” gumam Samara tak jelas, “Jika bukan hal penting? Saya benar benar akan
meninju seseorang!”
“Saya menunggumu meninjuku.” Suara pria yang berat dan dalam terdengar dari ujung
sana,
Mengenali suara itu adalah milik Asta. Samara langsung tersadar penuh.
“Mengapa… kamu bisa…”
“Jika saya tidak meneleponmu, kamu jugandak akan berinisiatif meneleponku?” ucap
Astakes. “Bahkin Oliver dan Ola yang hanya berusia lima tahun pun bisa berinisialt
mengirimku pesan, kamu tidak berinisiatif sedikitpun.”
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm
Samara merasakan kekesalan pria di ujung sana.
Ini…
Apakah dia harus berinisiatif?
Dia tahu cara membujuk Oliver dan Olivia, apakah sekarang dia juga harus bisa membujuk
ayah mereka?
Samara ragu-ragu dan bertanya.
“Bagaimana kalau? Sekarang saya mengirim pesan untukmu?”
Asta mendengus pendek, “Dikemudian hari kamu harus meneleponku setiap hari, supaya
saya bisa mendengar suaramu.”
1
“Apa harus seperti itu?s”
“Saya menitipkan Oliver dan Olivia padamu, tentu saja saya harus mengetahui keadaan
mereka.” Asta berkata dengan suara berat, “Selain mereka, saya juga ingin tahu
tentangmu…”
“Saya?”
“Betul.” Bibir Asta menipis, “Kamu.”
Hati Samara bergetar.
“Jangan mencari kesempatan menggoda pria lain saat saya tidak berada di sisimu.” Asta
menatap foto editan yang diterimanya di kotak surat, matanya sedikit berubah, “Ka
milikku…saya tidak mengizinkan orang lain mendambakanmu.”
Dari ucapannya terkandung tanda bahaya dan peringatan yang kental.
“Jangan bercanda!” Samara tidak setuju, mengerucut bibirnya: “Pria mana yang akan
menyukai wanita jelek sepertiku?”