- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 208
Hati Samara tiba tiba bergetar.
“Siapa?”
“Saya.”
Suara yang sudah lama tidak didengarnya, tiba tiba masuk ke telinganya dibatasi oleh
sehelai mantel
“As……Asta?” Samara seperti mimpi di siang bolong, bertanya dengan tercengang.
“Iya, ini saya.”
“Mengapa kamu bisa berada disini?” Samara berbisik dengan suara kecil.
“Sudah saya peringatkan jangan mencari masalah waktu saya tidak ada.” Asta berbicara
dengan suara rendah, walaupun memperingati tetapi suaranya lebih banyak menunjukkan
rasa tidak berdaya terhadap wanita ini, “Saya lihat kamu memang tidak menganggap serius
perkataan saya”
“Saya tidak melakukannya.”
Telapak tangan Asta yang besar menekan diatas kepala Samara: “Kalau tidak
melakukannya, mengapa di belakang panggung ada begitu banyak orang yang sedang
menunggumu? Hah?”
Kata ‘Hah’ ini terdengar melengking, ada semacam perasaan ingin melindungi yang sulit
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtdijelaskan dengan kata kata.
“Inikan bukan semuanya laki laki…..”
“Yang perempuan juga tidak boleh.” Bibir tipis Asta mengerucut dan berkata, “Kamu hanya
boleh menjadi milikku, milik saya seorang.”
Samara mendengar perkataannya.
Karena dibatasi oleh sehelai mantel, Samara tidak dapat melihat jelas ekspesi wajah lelaki
itu, tetapi tidak tahu mengapa dengan adanya Asta di sampingnya dia bisa merasa sangat
tenang, seolah olah dalam situasi yang sangat genting sekalipun, lelaki
ini pasti dapat mengatasinya dengan mudah.
Waktu Samara sedang tertegun, Asta kembali bertanya.
“Ingin mengundurkan diri dengan aman?”
Daw 200
40 Uluwald
Tanpa sadar Samara mengangguk kepala: “Ingin.”
“Kalau bukan milik saya, tidak akan saya perhatikan sekejap pun, ingat, hanya milik saya,
baru akan saya bawa pergi.” Asta bergetar dan lanjut berkata, “Bawa pergi dengan baik
baik.”
Ketika Samara masih mendalami arti dari perkataannya, lelaki itu sudah menggandeng
tangan kecilnya, membawanya meninggalkan belakang panggung.
Kepalanya yang tertutupi mantel, menyebabkan pandangannya berada dalam kegelapan,
tidak dapat melihat apapun.
Inderanya saat ini hanyalah mengandalkan sentuhan erat sebuah tangan besar yang
menggandengnya, tangan besar yang hangat ini seolah olah merupakan seluruh dunianya
saat ini.
Tidak ada ide yang lebih baik, dia terpaksa mengikutinya.
Tetapi…..
Lonjakan rasa aman di hatinya, malah membuatnya tidak berdaya.
Karena terlalu termenung, Samara tersandung kakinya sendiri, untung saja Asta
disampingnya berhasil memapahnya tepat waktu.
“Benar benar…..”
Samara baru mendengar sepatah kata omelannya, detik berikutnya dia sudah digendong
oleh lelaki tersebut.
“Kalau tidak ingin jatuh cepat kaitkan tanganmu dengan erat di tubuhku.” Asta
memerintahnya dengan suara rendah, lalu mulai berjalan kedepan.
Secara naluriah Samara melingkarkan tangannya di leher Asta, wajah kecilnya mulai
berubah menjadi panas.
Jika bukan kepalanya tertutup oleh mantel, mungkin lelaki itu akan segera melihat
wajahnya yang memerah sampai ke belakang telinga.
Beginilah.
Sepanjang jalan dia digendong oleh Asta.
Pengunjung dan awak media telah dihadang oleh penjaga keamanan, tidak melihat jelas
situasi di dalam, dan penjaga keamanan juga hanya melihat Asta menggendong seorang
wanita berpakaian merah yang kepalanya ditutupi mantel…..
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmAsta berhasil menggendong Samara meninggalkan lokasi.
Wakuu Widopo sampai di belakang panggung, dia hanya melihat bayangan punggung Asta,
tetapi matanya sempat melirik rok merah yang terjuntai.
Apakah dia?
“Tuan muda, Anda kenapa?” Kiky bertanya dengan rasa ingin tahu ketika menjumpai tuan
mudanya tiba tiba menghentikan langkah.
“Selidiki siapa penyelenggara acara ini?”
Walaupun tidak tahu maksud Widopo ingin menyelidiki siapa penyelenggara acara, Kiky
tetap patuh dengan mengatakan: “Iya.”
Widopo tidak meneruskan langkahnya ke belakang panggung.
“Tuan muda, kamu?”
“Orangnya telah pergi.” Pandangan mata Widopo terlintas perasaan kecewa yang jarang
terlihat, “Pulang ke kediaman Sutanto.”
Tiga hari berturut turut dia berendam dengan ramuan obat, dan berturut turut minum obat,
sindrom dingin di tubuhnya sudah hilang seluruhnya, waktu malam sudah tidak batuk sama
sekali, dan tidurnya juga nyenyak.
Dia tidak membohonginya.
Dia benar benar telah menyembuhkannya.
Perempuan kecil itu adalah harta yang berharga, sekarang kelihatannya yang menyukai
perempuan kecil ini bukan…..hanya dia seorang.
Widopo mengepalkan tangannya, dalam hatinya diam dial. rsumpah.
Seumur hidupnya….kecuali dia tidak ada yang lain.