- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 209
Samara tidak tahu sudah berapa lama digendong Asta, sampai dia diletakkan di sebuah
tempat duduk.
Setelah yakin dirinya duduk di dalam mobil, Samara mulai beraksi melepaskan mantel yang
menutupi kepalanya.
Dia menariknya dengan sedikit tergesa gesa, mantelnya tidak lepas dari kepalanya malah
bahan dalamnya tersangkut di asesoris kepala.
Baju ini…..malah terjebak bersamanya?
Samara tidak percaya takhayul, semakin kuat dia menarik, siapa sangka malah
menyebabkan kulit kepalanya semakin sakit.
“Wanita, baju ini tidak ada dendam denganmu, bisakah kamu memperlakukan dia dengan
lembut?” sepasang tangan Asta menggenggam tangan kecilnya, mencegahnya menarik
mantel dari tubuhnya dengan kasar.
Tangan Samara disingkirkan, kemudian dia malah merasa tangan lelaki itu bergerak gerak
sebentar di atas kepalanya, mantel itu dengan mudah sudah lepas dari kepalanya.
“Lihatlah, bukankah begitu gampang.”
Begitu cahaya menyinari.
Samara mengangkat matanya, tanpa sengaja bertemu pandang dengan sepasang mata
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇthitam milik Asta.
Dua orang saling bertatapan.
Wajah Samara masih tertutup kerudung.
Matanya lincah dan bercahaya, hiasan bunga merah di keningnya bagaikan darah, wajah
kecilnya begitu dekat di depan matanya.
Jari tangannya yang kasar bergerak dari kening Samara dan terus turun kebawah.
Ujung jarinya membelai titik merah di keningnya yang berben sampai batasan
berkerudung, dari atas hidung lalu bergerak tur sepanjang garis rahangnya.
iga, lalu turun
ibir lalu ke
Waktu itu melalui rekaman video dia melihat penampilannya memetik kecapi.
Sedangkan kali ini, dia melihat langsung Samara berpakaian indah, bertangan
111
kosong memetik kecapi kuno dan berhasil membius pengunjung dengan suara kecapinya
yang merdu.
“Apakah kamu mengira dapat menutupi semuanya dengan memakai kerudung?” dia
bertanya dengan suara berat, dan mata dinginnya dipejamkan.
Apakah tidak bisa?
Mata Samara berkedip, tetapi kata kata ini tidak ditanyakan keluar.
Apakah berdasarkan sepasang mata dapat dikenali di antara banyaknya manusia, apakah
kata kata seperti ini layak ditanyakan?
Samara merasa jarak diantara mereka sudah terlalu dekat.
Tanpa sadar dia bergeser ke pojokan mobil, tetapi sebelum gerakannya berhasil
pinggangnya telah diraih oleh sebuah tangan bertenaga dan memaksanya jatuh ke dalam
pelukannya.
“Asta, kamu……”
Belum selesai kata kata yang ingin disampaikan Samara, Asta telah mendaratkan sebuah
ciuman di bibirnya.
Dia ternganga sambil membelalakkan mata bulatnya, dengan rasa tidak percaya menatap
wajah tampan bagaikan dewa yang berada di depan matanya.
Kerudung di wajahnya masih belum tersingkap.
Lelaki ini……ternyata begitu anteng telah menciumnya?
Kerudung merahnya tipis bagaikan sutra, walaupun ada pembatasan oleh kerudung Samara
masih tetap bisa merasakan panasnya bibir lelaki itu.
Ciuman ini mulanya masih indah dan terkendali.
Tetapi, setelah lelaki itu menyingkap kerudung di wajahnya, ciuman ini menjadi semakin
lengket dan panas.
Di bawah serangan Asta yang bertubi tubi, tubuh Samara pe lan mulai melunak, tinggal
nafasnya yang terengah engah menatap lelaki di depa…ya yang mirip dengan harimau
serigala.
“Baju merahmu ini…..sungguh mirip dengan baju pengantin.”
“Jangan sembarangan bicara.”
Lelaki itu tertawa, seluruh matanya penuh dengan rasa sayang dan cinta mendalam
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm11:44 JOU:
Bab 209
* 9.0 59% 5 mutiara
terhadapnya.
Tubuhnya bergerak, bibirnya sekali lagi menciumnya dengan ganas, tangan besarnya
secara otomatis melepaskan tali merah di pinggangnya.
Melepaskan bajunya selapis demi selapis……
Asta menyingkap bajunya dengan sabar dan penuh perhatian.
Belum setengah bulan dia bertugas di luar kota, Asta sudah sulit menahan diri dengan
perpisahan ini.
Dia melepaskan semua kerinduan dirinya kedalam ciuman itu.
Pada saat Asta ingin bertindak lebih dalam, pintu mobil dibagian pengemudi tiba tiba
terbuka.
Situasi seketika membeku.
Wilson masih belum menyadari situasi, langsung duduk ke dalam mobil.
“Tuan, sekarang mau pergi…”
Sambil bicara Wilson juga memalingkan wajahnya, tetapi sebelum dia melihat sesuatu, dia
sudah merasakan suasana yang abnormal di barisan belakang mobil.
Brengsek!
Dia telah mengganggu pekerjaan bagus Tuannya!
Wilson seperti hendak mengatakan sesuatu, akhirnya tidak jadi, wajahnya memerah cepat
cepat dia melarikan diri keluar dari mobil.
Karena interupsi dari Wilson ini, kesadaran Samara segera pulih kembali.
Dia sibuk merapikan pakaiannya, giginya yang putih menggigit kuat kuat bibirnya.
“Asta, kamu sudah berjanji tidak akan memaksa saya.”