- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 299 Arogan dan Prasangka
“Apa?! Satu tiket dua triliun?! Kenapa mereka nggak sekalian merampok saja?!”
Begitu mendengar nominal yang disebut oleh Dion, Jesper langsung marah besar.
Biarpun Thomas adalah kapten tim tempur Provinsi Denpapan, harga sebesar dual triliun per satu tiket ini juga terlalu mahal.
Dion berkata, “Menurut informasi yang kuperoleh, Thomas dilatih secara khusus Dewa Perang. Dewa Perang secara khusus mengeluarkan dokumen pengangkatan
untuknya. Jadi, kali ini Dewa Perang pasti akan hadir.”
“Benarkah?”
Jesper berkata dengan curiga, “Biarpun Dewa Perang hadir di lokasi, harga dua triliun per satu tiket juga benar–benar di luar nalar. Apa mungkin karena melihat
kita adalah tiga keluarga besar, mereka ingin memeras uang kita ….”
“Biarpun diperas, aku juga terima!”
Tiba–tiba, Oliver menyelanya, “Apa pun yang terjadi, Keluarga Lukito akan menghadiri acara pengangkatan kali ini. Terlepas dari dua triliun ini untuk Dewal
Perang atau untuk Thomas, selama mereka menginginkan uang, aku akan memberi
mereka uang. Selama bisa menjalin hubungan dengan salah satu dari mereka, keuntungan yang akan diperoleh Keluarga Lukito melebihi dua triliun ini.”
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt“Ya, Keluarga Santosa juga akan berpartisipasi dalam acara itu.”
Hati Dion juga sudah mulai tergerak.
Jesper tersenyum getir dan berkata, “Tiga keluarga besar adalah satu kesatuan.
Kalau kalian berpartisipasi dalam acara itu, bagaimana mungkin Keluarga Hamdani
nggak ikut berpartisipasi?”
Walaupun berbicara demikian, tetapi sesungguhnya tiga keluarga besar bukan benar
-benar merupakan satu kesatuan.
Saat tidak menghadapi musuh bersama, tiga keluarga besar ini saling bersaing satu
sama lain.
Jadi, Jesper tidak ingin kalah dari dua keluarga lainnya
Setelah memutuskan hal ini, Jesper berkata, “Apa kalian sudah menerima pesan dari Keluarga Mahasura ibu kota provinsi? Mereka meminta kita untuk segera menyingkirkan Ardika.*
“Sudah.”
Dua orang lainnya menganggukkan kepala mereka dengan ekspresi muram.
Saat ini, mereka sedang menghadapi musuh besar mereka, Raka. Mereka sama
sekali tidak menganggap serius Ardika.
Namun, mereka tetap harus mematuhi perintah Keluarga Mahasura ibu kota
provinsi.
“Aku dengar diam–diam Keluarga Buana sedang mengincar Grup Agung Makmur dan berencana menyingkirkan Luna.”
Oliver berkata, “Bagaimana kalau kita bantu Keluarga Buana? Lagi pula, Keluarga Mahasura nggak mewajibkan kita membunuh Ardika. Menghancurkan karier istrinya dan membuatnya hidup tersiksa saja sudah cukup. Anggap saja kita sudah menjalankan perintah dari Keluarga Mahasura.”
“Oke, menurutku ide yang bagus!*
Di antara tiga kepala keluarga, orang yang paling membenci Luna adalah Jesper. Begitu mendengar saran rekannya, dia langsung menyetujuinya.
Dia berkata dengan dingin, “Sekarang kediaman wali kota dan Grup Sentosa Jaya adalah satu kesatuan. Kalau kita ingin menjatuhkan Luna, kepolisian kota pasti enggan bekerja sama dengan kita. Bagaimana kalau kita menyerahkan kasus ini kepada kepolisian provinsi?”
Walaupun kekuasaan mereka hanya terbatas pada Kota Banyuli, tetapi itu bukan
berarti mereka sama sekali tidak punya relasi di provinsi.
“Kulihat itu ide yang bagus. Kalau begitu, sesuai rencana itu saja.*
Dion menepuk–nepuk tangannya dengan acuh tak acuh, tidak terlalu menganggap
serius hal itu.
Pandangan rendah mereka terhadap Grup Agung Makmur dan Ardika seolah sudah
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmmendarah daging.
Hanya dengan beberapa patah kata saja, nasib mereka pasti akan berakhir
menyedihkan.
Keesokan paginya, Luna berangkat bekerja di perusahaan, sedangkan Handoko
mengantar Desi dan Jacky pergi membeli sayur–sayuran, bahan makanan serta
keperluan lainnya.
Hanya Ardika sendirian yang tersisa di rumah.
Saat ini, Draco melenggang menghampiri Ardika, tetap dengan mengenakan kacamata hitam andalannya itu.
“Bos, ada kabar baik untukmu. Seperti dugaanmu, tiga keluarga besar mengeluarkan
enam triliun untuk tiga tiket menghadiri acara itu. Aku benar–benar nggak
mengerti. Bukankah itu hanya acara peresmian jabatan Thomas? Kenapa mereka bersedia mengeluarkan uang sebanyak itu?” kata Draco yang kebingungan.
Kemarin, saat Ardika memberinya perintah ini, dia masih ragu rencana ini akan
berhasil.
Orang bodoh mana yang akan mengeluarkan dua triliun untuk satu tiket masuk
acara peresmian jabatan seorang anggota militer?
Namun, fakta terpampang nyata di hadapannya. Ternyata memang ada orang bodoh. seperti itu di dunia ini.