- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 100 Perempuan Yang Keras Kepala
“Aku merasa kau tidak senang.” Vivin menjawab dengan jujur.
“Tidak senang akan apa?”
Dia ragu sejenak. “Tidak senang karena aku terluka demi melindungi Fabian.”
Vivin sengaja menjawab dengan suara lembut. Itu cukup membuat debaran di hatinya.
“Ya, aku marah.” Sorotan tajam mata Finno perlahan melunak mendengar pengakuan bersalah
Vivin.
Vivin tidak menyangka Finno akan terus terang seperti ini. Dia mengangkat kepalanya dan membalas tatapan mata Finno.
Finno sedikit mengernyitkan alisnya karena ekpresi menakjubkan penuh teka-teki perempuan ini. “Apa kau tidak mau tahu
alasan kenapa aku marah?
“Hmm, sepertinya aku tahu kenapa kau marah,” ucap Vivin terbata.
“Coba jelaskan padaku.”
“Itu karena aku istrimu.” Vivin mengedipkan matanya. “Kupikir tidak ada satupun laki-laki yang rela melihat istrinya terluka
karena melindungi mantan kekasihnya...”
Sorot redup mata Finno tak dapat dideteksi.
Apakah perempuan lugu ini masih mengira bahwa aku hanya bersikap posesif padanya? Kenapa dia polos sekali?
“Finno?” Vivin memecah keheningan saat menyadari pertanyaannya tidak dijawab. “Maafkan aku. Aku tidak memikirkan
perasaanmu. Aku akan lebih hati-hati lagi lain kali.”
Finno menaruh sup ayam yang ada di tangannya. Suara sendok yang menyentuh mangkuk begitu nyaring memekakakan di
tengah keheningan antara mereka berdua. Vivin terdiam atas tindakan tiba-tiba itu.
“Vivin, jadi kau pikir itulah alasan aku marah?” Finno menatapnya dalam-dalam. Vivin mengangguk. Lagi-lagi, sorot mata Finno
semakin meredup. “Bagaimana jika kukatakan bahwa aku marah bukan semata karena kau itu istriku?”
Vivin tersentak.
Bukan hanya karena aku ini istrinya?Memangnya apa lagi selain itu? Lagipula pernikahan kita ini kan pernikahan kontrak belaka.
Apa dia... cemburu pada Fabian?
1/2
Pikiran yang melintas di kepalanya tadi itu hanya berlangsung sepersekian detik sebelum dia menepisnya. Senyum masam
muncul di wajahnya sambil dia mengggeleng-geleng agar kepalanya jernih.
+
Tidak mungkin. Finno bukanlah pria pada umumnya. Jika bukan karena aku istrinya, mana mungkin dia mau repot berurusan
denganku. Sungguh konyol beranggapan bahwa dia tengah dilanda perasaan cemburu.
Aku berhalusinasi.
marah?”
Sorot mata Finno terbalut amarah demi mendengar pertanyaannya itu.
Sesaat kemudian, dia memegang dagu Vivin dan menarik wajahnya agar mendekat kepadanya. Dia berkata dengan suara
rendah, hampir seperti ancaman, “Vivin apa kau benar-benar tidak menyadarinya? Atau kau sedang mempermainkanku?”
Vivin sedikit tersentak, terutama saat dia mendekat satu inci ke hadapannya.
Tanda ketakutan yang terpantul di bola matanya tidak luput dari perhatian.
Menjadikan Finno bersikap dingin seketika itu juga.
Dia melepaskannya sesaat dia menyadari bahwa Vivin ketakutan.
“Maaf aku lepas kontrol,” ucap Finno yang kembali duduk di atas kursi rodanya..
“Tidak apa-apa.” Vivin merasa ada sesuatu yang aneh dengan Finno hari ini. Namun, dia tidak. ungkapkan karena Finno masih
marah padanya.
Sorot mata Finno meredup sambil memandangi Vivin.
Kapan perempuan bodoh ini sadar bahwa perasaanku padanya ini bukan hanya karena sikap posesifku terhadap hubungan
kontrak suami istri?
Finno tidak begitu lihai dalam masalah ini. Di samping itu, para kaum hawalah yang sering selalu mengerubunginya.
Sebelumnya dia tidak pernah mengejar-ngejar perempuan. Maka dari itu dia tidak tahu bagaimana mengungkapkan
perasaannya.
Dia menahan amarah dan frustasi dalam dirinya saat melihat wajah Vivin yang memucat dan juga luka di lengannya. Dia
kembali ke dirinya yang tenang. “Vivin, kenapa kau menyelamatkan Fabian?”
Meskipun perempuan ini tidak sadar akan perasaannya, Finno merasa tetap harus membuat masalah ini menjadi jelas.
2/2