- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 67 Aku Memotong Jariku
Dia tidak paham dengan reaksi tenangnya saat Fabian menghina dirinya. Namun sebaliknya, dia sangat marah saat Fabian
menghina Finno.
Kapanpun Vivin memikirkan Finno, pria sempurna itu, duduk diatas kursi roda dan bagaimana matanya menunjukkan rasa
kesepian tanpa sadar; dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak membenci Fabian.
Finno dipaksa untuk menyembunyikan kemampuannya dan berpura-pura lumpuh selama sepuluh tahun karena keluarganya
yang sangat buruk.
Fabian terdiam karena dia tidak menyangka Vivin akan bereaksi seperti ini.
Vivin sudah tidak mau lagi memandang wajahnya saat dia diam.
“Fabian, aku tahu ini sulit bagimu karena mengira aku dan Finno punya hubungan terlarang. Tapi kenyataannya, kami adalah
pasangan sah, dan aku lebih tahu kalau dia bisa tampil di balik layar, jadi urus saja urusanmu,” ucapnya dingin.
Setelah itu, dia langsung membanting pintu ruangan Fabian dengan keras dan pergi begitu saja tanpa menoleh lagi.
Fabian sendirian didalam ruangan itu saat dia pergi. Dia berdiri dengan tatapan kosong seolah jiwanya telah meninggalkan
tubuhnya.
Dia mengangkat telepon itu dan melihat nama si penelpon; itu Alin. Rasa jengkel perlahan. mendatangi dirinya.
“Halo, ada apa?” tanyanya tak sabar.
“Fabian, apa kau sedang sibuk?” tanggap Alin sok manis.
“Tidak. Kenapa?”
“Oh, bukan apa-apa. Aku hanya baru tahu kalau pernikahan kita sudah ditentukan, tapi aku belum bertemu dengan kakekmu...
Tidakkah kau berpikir aku harus menemuinya karena dia adalah kepala keluar Normando?”
Fabian menjadi tidak sabaran dan hendak menjawab “Lain kali saja, oke?”, tapi otaknya tiba-tiba memikirkan sesuatu.
“Kau benar. Bukan hanya kakekku, tapi kau juga harus bertemu dengan bibiku, pamanku, dan seluruh anggota keluarga
Normando,” jawabnya dengan sikap yang lebih santai.
“Sungguh? Kapan?” tanya Alin senang.
“Segera, kupikir. Aku akan mengatur makan malam bersama dan akan mengundang semua orang, dan aku akan
memperkenalkanmu secara formal kepada mereka,” jawabnya dengan senyum menyeringai dingin.
Tepat saat jam enam, Vivin akhirnya pulang dari kantor.
Saat dia bangkit, dia sadar kalau banyak orang yang tengah berbisik-bisik sambil menatapnya dengan raut wajah mencibir.
Vivin merasa jengkel pada Fabian dan orang-orang yang suka bergosip itu.
Dia mulai berpikir apakah sudah waktunya untuk mengganti pekerjaannya karena kondisi ibunya juga sudah membaik.
duduk di kursi rodanya, dia malah sedang berdiri di ruang tamu.
“Sudah pulang?” tanya Finno datar.
Vivin memandang sekitar rumah sambil melepas sepatunya dan bertanya, “Dimana Muti dan Lubis?”
“Oh, aku menyuruh mereka libur.”
“Ah, begitu. Biarkan kusiapkan makan malam. Kau mau apa?” tanya Vivin sambil berjalan menuju dapur.
“Apa saja,”
Vivin sangat lelah setelah bekerja. Dia ingin membuat makanan sederhana saja jika itu hanya untuk dirinya sendiri. Tapi, dia
ingat janjinya untuk melunasi hutangnya pada Finno dengan memasak, jadi dia tidak berani mengabaikannya. Oleh karena itu,
dia memutuskan untuk. membuat daging sapi rebus sebagai menu makan malam.
Pikirannya melayang pada hal-hal menyebalkan di perusahaan majalah saat dia tengah memotong sayur. Dia tidak fokus, dan
tiba-tiba merasakan luka yang tajam dijarinya.
“Ahhh...”.
Dia menjerit kaget dan sadar kalau dia tak sengaja mengiris jarinya.
“Ada apa?” suara Finno muncul dibelakangnya. Vivin berbalik dan melihat Finno memasuki dapur.
“Tidak apa-apa. Aku hanya tidak sengaja mengiris jariku. Aku akan baik-baik saja setelah memakai plester,” Vivin memaksakan
senyumnya.
Lukanya tidak besar dan cukup dangkal, jadi tidak mengeluarkan banyak darah.
“Biar kulihat.” Finno mengabaikan perkataan Vivin seraya meraih tangannya dan memeriksa jarinya. Wanita itu terlihat malu-
malu melihat wajah tegang Finno.
“Aku tidak apa-apa. Ini Cuma luka kecil, aku bisa mengurusnya sendiri... Ahh, Finno. Apa yang kau lakukan?” tanyanya lembut.