- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 88 Kebingungan Seorang Fabian
Sementara itu, Fabian terdiam sejenak. Dia tidak pernah mengira Alin akan menyatakan kata- kata itu, apalagi mempertanyakan
perasaannya terhadap Alin. Meskipun begitu, dia cepat tersadar dan ekspresi dinginnya kembali terlihat di wajahnya. “Aku
sudah melihat semua foto itu. Salah paham bagaimana? Apa yang mau kau jelaskan lagi?”
Melihat ketegangan di wajahnya, Alin tidak berani berkata apa-apa.
Fabian mengamati wanita dengan wajah sedih dan tertekan yang ada dalam dekapannya ini, lalu tiba-tiba teringat akan sesuatu.
Alisnya mengernyit sembari bertanya, “Oh iya, kenapa dan bagaimana foto itu bisa ada di tanganmu?”
Bagaimanapun juga, foto-foto itu dikirim kepadanya melalui email tanpa nama pengirim. Fabian tidak pernah memperlihatkannya
pada siapapun kecuali kepada Finno dan Vivin. Bagaimana Alin bisa tahu mengenai foto-foto ini?
Pertanyaan itu membuat Alin tercengang. Dia terlalu larut dalam kekhawatirannya, dan awalnya ia berpikir bahwa dia telah
berhasil mengganti topik obrolan. Mendengar pertanyaan Fabian ini. wajahnya pun sekali lagi berubah pucat.
Oh tidak! Aku hampir lupa. Aku belum menjelaskan bagaimana foto itu bisa tersebar!
Sadar akan wajah Alin yang tiba-tiba berubah pucat, sesuatu dalam diri Fabian pun mengusiknya. Menyadari perlahan
kebenaran kenyataan yang terjadi, dia pun melepaskan Alin perlahan dari dekapannya. Dengan ekspresi serius dan alis menaik,
Fabian bertanya dengan tajam, “Alin, apakah kau yang mengirimkan foto-foto itu kepadaku?”
Alin hanya bisa mengepalkan tangannya kuat-kuat. Dia tahu bahwa dia sedang dalam masalah besar.
Sesungguhnya, hanya beberapa hari lalu, ketika pertama kali Alin mengetahui bahwa Vivin telah menikah dengan Finno,
pikirannya langsung dipenuhi kemarahan dan kedengkian sehingga mengantarnya pada sebuah rencana saat itu untuk
mensabotase Vivin tanpa perencanaan hati- hati dan matang.
Terlebih, awalnya dia sangat percaya diri dengan rencananya itu. Bahkan dia sudah menyuap pelayan keluarga Normando
untuk membantunya. Setelah urusan selesai, dia mengatur pelayan untuk mengundurkan diri dan pergi, kemudian merapikan
Kendati melaksanakan rencananya itu, Alin justru telah meremehkan pengaruh keluarga terkemuka Normando. Dengan
kekuasaan dan ketangkasannya, proses penyelidikan ini berjalan lebih cepat daripada yang ia perkirakan. Malam itu pun,
tindakan Alin terungkap.
Pada akhirnya dia tidak memberikan alasan dari mana asal foto tersebut.
Pada saat Alin mendengar pertanyaan Fabian, seketika dia takut setengah mati. Pikirannya kacau balau dan berharap dia dapat
menghilang ke suatu tempat sekarang juga.
1/3
Memang, apakah ini kejadian dua tahun lalu atau kasus baru, foto yang ada di tangan Fabian itu jelas dikirim olehnya.
Karena kejadian dua tahun yang lalu sebenarnya direncanakan olehnya. Bahkan dia juga yang memasang kamera tersembunyi
di dalam hotel yang menghasilkan semua foto itu.
Tentu saja, Fabian tidak pernah tahu mengenai semua ini.
Selagi mencoba menenangkan diri secepat yang dia bisa, sebuah ide tiba-tiba muncul di benaknya. Semangatnya membara
dengan ide cemerlang, bersamaan dengan kepercayaan
dirinya.
Dengan sengaja pura-pura ketakutan, Alin buru-buru berkata, “Fabian, apabila aku ungkapkan bagaimana aku memiliki semua
foto ini, apa kau akan menyalahkanku?”
Dengan menatap tajam ke arahnya, Fabian berkata, “Katakan saja dulu, dari mana kau bisa mendapatkan foto-foto itu?”
Alin sengaja menghindari tatapan tajam mata Fabian dan dengan suara terbata-bata, dia berbisik, “Mmm, sebenarnya... aku
menemukan foto-foto itu di dalam ponselmu ketika diam-diam aku melihat-lihat isinya.”
Dengan wajah jengkel. Fabian menatapnya dengan seksama, mencoba menangkap tanda-tanda kebohongan dalam apa yang
dikatakannya. Lagi pula Fabian tidak mengharapkan penjelasan darinya dan tidak ada lain kecuali tertegun.
“Kau mengintip isi ponselku?”
restoran hari itu? Aku ingat sikapmu waktu itu sangat aneh. Aku curiga kalau kau memiliki wanita lain. Aku benar-benar takut.
Lalu di saat ada kesempatan, aku buka ponselmu dan melihat email. Di dalam inbox-nya, ada email tanpa nama pengirim. Aku
klik dan baca apa isinya... aku tidak menduga akan menemukan foto-foto itu. Sepertinya aku terlalu kaget sampai aku secara
instink mengirimnya ke emailku.”
Fabian mengernyitkan wajahnya, mencoba mengingat-ingat kembali peristiwa hari itu.
Dia ingat beberapa hari setelah dia menerima email tanpa nama pengirim itu, dia dan Alin memang makan bersama. Dia terlalu
terpaku dan kkhawatir sepanjang waktu karena foto-foto skandal Vivin.
Mengapa semuanya terasa begitu mudah?
Melihat Alin yang berada di sebelahnya, Fabian menangkap mata perempuan itu memerah. Alin terlihat begitu menyedihkan
seperti seekor kelinci kecil tak berdaya. Tampangnya yang seperti ini tiba-tiba saja menimbulkan perasaan simpati dalam diri
Fabian.
Fabian memutuskan untuk percaya padanya, “Ok, aku mengerti.” Sembari mengelus-elus bahunya, Fabian bercanda, “Jangan
berwajah memelas seperti itu lagi ya seakan-akan aku telah merundungimu.”
2/3
Alin menggigit bibirnya dengan penuh harap sambil meliriknya perlahan, “Fabian, berarti kau tidak akan menyalahkanku lagi,
kan?”
Menyalahkanmu?
Tentu saja aku menyalahkan dirimu.
Terutama saat aku ingat akan raut wajah di mata Vivin ketika foto-foto aib itu muncul. Nyatanya, dia sangat marah sampai
rasanya ingin membatalkan pertunangannya dengan Alin saat itu juga.
Akan tetapi, melihat mata Alin yang sangat mirip dengan Vivin, dia urung melakukannya.
Sejak kepulangannya, Fabian terlalu fokus terhadap perselingkuhan Vivin dan melupakan Alin begitu saja. Oleh karena itu, tidak
dapat dipungkiri jika dia sudah tidak ada rasa terhadap hubungan mereka berdua akhir-akhir ini.
Pada akhirnya, dia baru merasakan bahwa Alin melakukan ini semua karena rasa cintanya padanya.
Mata Fabian tiba-tiba terbuka lebar:
Andai saja.