- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 1102
Setelah 20 hari berlalu, segala masalah di Kota Bunaken telah terselesaikan.
Lorenzo menelepon memerintah Tracy kembali ke Negara Emron besok.
Sebelum pergi, tiga anak itu tak pernah terpisahkan.
Duiu Carlos memilih Mami, Carles dan Carla memilih Papi, tetapi karena Carla sedang dalam masa
pengobatan, ia harus ikut dengan Tracy kembali ke Negara Emron. Artinya, hanya Carles sendiri yang
berada di sisi Daniel.
Di saat ini, anak laki–laki yang selalu tangguh ini tidak bisa menahan perasaannya ketika mengetahui
akan berpisah dengan kakak dan adiknya. Ia menangis terisak isak.
Awalnya Carla ingin menahan tangisnya, kemudian ia benar-benar tak bisa menahan lagi. Ia menangis
bersama Carles.
Carlos ingin menghibur mereka, tetapi begitu membuka mulut, air matanya pun menetes.
Hati Tracy sangat sedih melihat ketiga anak seperti ini. Jika dapat memilih, ia ingin bersama dengan
tiga anaknya, tidak berpisah. Tetapi hal ini tidak bisa diputuskan olehnya sendiri...
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt“Papi datang.”
Tiba–tiba Carlos berbicara.
Tracy mendongak melihatnya, Daniel yang sudah lama tak dilihatnya berjalan masuk dari luar. Ia
memakai baju setelan hitam dan tampak agak kurus. Hanya saja kelelahan yang terlihat di tengah
keningnya, diganti menjadi sebuah kehangatan.
la melebarkan kedua tangan kepada anak–anak, anak–anak berlari ke arahnya dengan semangat,
“Papi!”
Daniel berjongkok memeluk tiga anak. Anak–anak bersandar pada bahu Daniel dan menangis. Daniel
menutup mata, ada rasa kesedihan tak terhingga di dalam hatinya....
Tetapi, ia malah menyunggingkan senyuman dan menenangkan mereka, “Bodoh, jangan menangis
lagi. Kita hanya berpisah sementara, bukannya tidak akan bertemu lagi.
“Papi, kapan Papi akan menjemputku?” tanya Carla dengan air mata berlinang.
“Dua bulan lagi.” Daniel menyeka air matanya dengan lembut, “Walaupun tubuhmu sudah mulai pulih,
tapi karena demam sebelumnya, kamu masih perlu diobati lagi. Dua bulan lagi, Papi akan ke Emron
menjemputmu.”
“Aku juga boleh ikut?” tanya Carles dengan cemas.
“Tentu saja” Daniel membelai kepala kecilnya.
“Berarti dua bulan lagi, aku masih bisa bertemu Mami, Kak Carlos dan Carla?”
Dalam seketika Carles berhenti menangis.
“Tentu saja.” Daniel tersenyum, “Kedepannya kalian akan sering bertemu. Selama kamu ingin bertemu
Mami, kita bisa ke Negara Emron mencarinya.”
“Bolehkah? Mami.” Carles menoleh kepala memandang Tracy.
“Tentu saja boleh.”
Awalnya setelah perpisahan kali ini, Tracy tidak ingin berhubungan dengan Daniel lagi, tetapi karena
anak–anak yang bertanya, ia tidak mungkin bilang tidak boleh.
“Bagus sekali.” Akhirnya Carles menghela napas. Awalnya ia mengira perpisahan kali ini adalah
perpisahan selamanya, makanya ia menangis begitu sedih.
“Artinya, kedepannya kita masih bisa sering bertemu, ‘kan?” Carla memandang Tracy dengan penuh
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmharapan, “Benarkah? Mami?”
“Benar.” Tracy tak bisa menolak tatapan penuh penantian dari anak–anak.
“Bagus kalau begitu.”
Kerutan kecil di kening Carlos akhirnya melonggar, ada harapan baru di masa depan.
Selama bukan memutuskan hubungan, selama masih bisa bertemu, maka segalanya dapat berubah...
“Kamu terbang jam berapa?” Daniel memandang Tracy.
“Jam empat sore.” Tracy melirik jam tangannya, sekarang masih jam sembilan pagi.
“Masih ada waktu.” Daniel juga melihat jam tangan, “Jam dua siang berangkat ke bandara, artinya kita
masih ada waktu lima jam.”
“Iya, kamu bisa menemani anak–anak.”
Tracy tahu anak–anak butuh Papinya, entah bagaimanapun hubungannya dengan Daniel, tetapi anak–
anak menyukainya. Selain itu, ia memang ayah yang baik.
“Papi ingin mengajak kalian ke suatu tempat.” Daniel memandang Tracy, “Bolehkah?”
“Aku juga pergi?” Tracy tidak ingin pergi, “Tidak perlu, kamu bawa anak–anak saja.”
“Ikut juga.” Daniel mengundangnya dengan tulus, “Ada kamu baru lengkap.”
Tracy agak ragu, anak–anak buru–buru mengelilinginya memohon padanya, “Mami, ikut juga, ayolah!”