- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 1291
“Setelah mendengarmu berbicara seperti itu, aku jadi tenang.” Tabib Hansen menghela napas, “Tracy,
aku tak tahu banyak tentang masalah keluarga besar kalian. Aku tidak punya hak untuk berbicara, tapi
aku ingat ayahmu pernah bilang padaku.
Saat ia terjun dalam dunia bisnis, ia hanya ingin istri dan anaknya hidup dengan baik, bukan untuk
menjadi keluarga kaya. Kekuasaan hanyalah embun semata, sekeluarga lengkap bersama dan
menjalani hidup dengan damai adalah yang paling nyata…”
“Aku tahu….” Hati Tracy sangat sesak, hingga sulit untuk berbicara.
“Baguslah.” Tabib Hansen menepuk–nepuk punggung tangannya dan berkata kepada Dixon, “Panggil
Presdir Daniel, aku ingin bicara dengannya.”
“Baik.” Dixon lekas berlari keluar memanggil Daniel.
“Kamu oles salep dulu.” Tak lupa berkata kepada Tracy, “Dan juga, aku rindu sekali dengan masakan
bubur tulang igamu….”
“Sekarang aku akan memasaknya.” Tracy lekas menuju dapur.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtAmanda juga pergi membantunya, mengolesinya salep dan membalut lukanya, kemudian mulai
memasak bubur tulang iga bersama.
Di sisi lain, Daniel Dan Ryan masuk ke dalam kamar, ketika melihat Tabib Hansen yang dulunya adalah
tabib hebat tiba–tiba terbaring di ranjang, hati Daniel semakin ruwet…
Mengingat tabib ajaib ini juga akan menghadapi hari kematiannya.
Di saat bersamaan, racun di dalam tubuhnya juga tak memiliki harapan sama sekali.
“Masuk!” Tabib Hansen duduk menegakkan tubuhnya, Dixon membantu menaruh bantal di bagian
pinggang.
“Halo, Tabib Hansen!” Daniel berjalan masuk dan menyapanya dengan hormat.
“Aku selalu ingin bertemu denganmu, tapi selalu tak ada kesempatan.” Tabib Hansen memincingkan
matanya dan mengamati Daniel, “Duduklah, biar aku periksa.”
Daniel agak ragu.
Ryan melihat ke luar, menutup pintu kamar.
“Tak perlu cemas, aku sudah memintanya memasak bubur. Amanda sedang bersamanya, tanpa ada
perintah dariku, mereka tidak akan kemari untuk sementara waktu.”
Tabib Hansen dapat melihat kekhawatiran di dalam hati Daniel.
Daniel agak terkejut, tampaknya Tabib Hansen tahu segalanya.
“Duduk.” Tabib Hansen menunjuk posisi di sampingnya.
Daniel duduk dengan patuh, Dixon menghidupkan seluruh lampu agar kamar menjadi lebih terang.
Tabib Hansen mengamati Daniel dengan cermat, tak beberapa lama kemudian, ia menggelengkan
kepala dan menghela napas, “Salah langkah, salah langkah…”
“Tabib Hansen, apa Presdir Daniel kami dapat disembuhkan?” Ryan tak bisa menahan diri untuk
bertanya.
“Waktu itu seharusnya memeriksamu dengan cermat, waktu itu bisa disembuhkan, masih tertolong.
Sekarang setelah tertunda begitu lama….” Tabib Hansen mendesah tak berdaya, “Selama ini kamu
seharusnya menerima pengobatan, ‘kan? Bagaimana kata dokter?”
“Hanya bisa menghilangkan rasa sakit, menunda reaksi racunnya, tak dapat disembuhkan.” Daniel
menjawab dengan datar.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm“Walaupun agak terlambat, tapi bukan tidak ada kesempatan sama sekali. Hanya saja….” Tabib Hansen
mengernyitkan kening, raut wajahnya menegang, “Kondisi tubuhku sekarang takutnya sudah tak
berdaya lagi.”
“Tidak apa, manusia tetap harus mengalami hidup dan mati.” Daniel malah berbalik menghiburnya,
“Anda pulihkan kesehatan dengan baik, tidak perlu mencemaskanku.”
“Ucapan apa ini?” Tabib Hansen bicara dengan tak senang, “Kamu masih muda, tidak boleh menyerah.
Terlebih lagi, jika kamu mati, bagaimana nasib tiga cicitku itu?”
Setelah bersama mereka begitu lama, Tabib Hansen sudah menganggap tiga anak itu sebagai cicit
kandungnya sendiri.
Daniel jarang ditegur seperti ini. Setelah Tuan Besar Wallance mati, ia tak pernah mendengarnya lagi.
Tiba–tiba dimarahi Tabib Hansen seperti ini, hatinya agak tersentuh.
“Kamu bawakan dokumen pengobatan dan pemeriksaanmu sebelumnya padaku.” Tabib Hansen
memerintah Ryan, “Coba kulihat, apa aku dapat menemukan metode pengobatan baik sebelum aku
mati.”
“Baik, aku akan segera meminta orang mengantarkannya kemari.”
Ryan sangat antusias, ia lekas menelepon Thomas.
“Tidak perlu.” Daniel berkata sambil mengernyitkan kening, “Anda sudah sepert ini, tidak perlu
memikirkan pengobatanku….”