- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 1292
“Tutup mulut!” Tabib Hansen agak marah, “Kamu kira aku mencemaskanmu? Aku tidak ada hubungan
denganmu dan kita tidak dekat. Yang kucemaskan adalah tiga anak itu.”
“Baik….” Daniel tidak berani bicara lagi, di saat bersamaan ia berterima kasih kepada Tabib Hansen di
dalam hati.
“Tapi kamu juga jangan terlalu banyak berharap.” Tabib Hansen mendesah, ““Saat ini, aku bisa mati ka
pan saja, aku takut sudah pergi duluan sebelum selesai meneliti….”
“Anda sangat puitis sekali, benar–benar membuatku tegang.” Daniel mulai bercanda.
“Dasar.” Tabib Hansen memukul lengan Daniel, lalu tertawa.
Daniel sangat emosional ketika melihat orang tua yang bijaksana dan baik hati ini, tetapi ia tidak tahu h
arus berkata apa. Ia tak pandai berkata–kata, di saat ini hanya ada keheningan….
“Sudahlah, bantu dia masak bubur saja, aku akan tidur sebentar.” Tabib Hansen memejamkan mata de
ngan lelah, “Kamu harus berdoa, agar aku masih bisa bangun setelah tertidur nanti. Dengan begini, ka
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtmu baru punya harapan untuk hidup.”
“Buburnya begitu lezat, Anda tidak ingin makan?” jawab Daniel.
“Haha….” Tabib Hansen tertawa lagi, “Dasar bocah busuk!”
Dixon memapahnya kembali berbaring, lalu menyelimutinya dan menemaninya tidur.
Daniel keluar dari kamar dengan tenang. Ia tidak ke dapur, melainkan lanjut merokok di halaman.
“Thomas yang mengantarkannya sendiri, seharusnya malam ini bisa tiba.” Ryan melapor dengan suara
rendah.
“Sebenarnya tidak perlu.” Daniel sama sekali tidak berharap, “Tabib Hansen sudah sakit parah, mata s
aja sudah sulit dibuka. Di saat seperti ini, lebih baik jangan menyusahkan orang lain.”
“Bukan begitu, Tuan Daniel. Anda tidak boleh menyerah begitu saja.” Ryan panik, “Benar kata Tabib Ha
nsen, meskipun Anda tidak memikirkan dirimu, Anda juga harus memikirkan anak anak…”
“Ya sudahlah.” Daniel menyela ucapannya, lalu melirik ke arah dapur.
Ryan tak berani bicara lagi, tetapi ia tetap bersikeras, karena Tabib Hansen telah berkata demikian, ma
ka pasti masih ada harapan.
“Daniel!” Di saat ini, Tracy tiba–
tiba berjalan keluar dari dapur dengan celemek di pinggang dan satu tangannya memegang wortel, “Ta
bib Hansen ingin bertemu anak–anak. Atau minta Hartono mereka antarkan anak–anak kemari?”
“Besok saja.” Daniel mematikan puntung rokok, “Hari ini mereka sudah berangkat pagi–
pagi sekali ke Kota Yuling, sekarang ditambah perjalanan lama lagi, mereka akan kelelahan.”
“Iya juga.” Tracy menganggukkan kepala.
“Dandananmu cantik hari ini.” Daniel mengamatinya dari atas ke bawah.
Tracy memutar matanya, lalu kembali ke dapur melanjutkan kesibukannya.
Daniel bersandar ke mobil, memandangnya dari jendela. Tiba–
tiba ia berpikir, jika mereka bukanlah dilahirkan dari kedua keluarga Wallance dan Moore, melainkan or
ang biasa. Apakah mereka akan menjalani kehidupan biasa dengan bahagia dan tentram….
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmTracy mengusap keringat di keningnya, lalu matanya melihat kemari dan bertemu dengan tatapan
Daniel. Ia agak panik, seolah mereka adalah sepasang suami istri biasa. Ia sedang memasak, dan Dan
iel sedang memandangnya dari luar.
Kehidupan yang damai dan tentram, hangat dan bahagia…
“Kring, kring, kring!”
Tiba–tiba suara ponsel berdering membuyarkan ketenangan itu.
Daniel tersadarkan kembali, lalu memegang ponsel berjalan ke luar, “Halo!”
“Oke, aku segera ke sana.”
Setelah menutup telepon, Daniel memerintah Ryan, “Kembali ke kantor, minta
Thomas bawa beberapa orang kemari, setelah menyelesaikan tugasnya, antarkan mereka berdua pulan
¡
“Kita tidak menunggu di sini?” Ryan panik, “Presdir Danielku, tak bisakah mengesampingkan masalah la
“Diam!” Daniel menegur marah, lalu melirik ke arah dapur.
Untung saja, air telah mendidih. Tracy dan Naomi sedang sibuk memasak, sama sekali tidak memerhat
“Jika kamu ceroboh lagi, enyahlah dari hadapanku,”
Daniel sangat marah, hal ini sudah menjadi hal tabu baginya.
“Baik.” Ryan menundukkan kepala, ia tak berani bersuara lagi.