- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 1687
Alis Lorenzo semakin bertaut mendengar perkataan Biti.
Hanya tiga bulan tidak berjumpa, ketiga anak nakal itu tidak mengenalinya lagi.
Bukan hanya tidak mengenalinya, tetapi menggunakan kesan “bertubuh tinggi, galak, dan dingin” untuk
mengidentifikasinya.
Padahal, seorang anak perempuan bagi seorang ayah bagaikan sebuah jaket yang tebal, yang dapat
memberikan kehangatan dan cinta kasih kepada ayahnya. Namun, mengapa ketiga anak kecil ini lebih mirip
jubah berduri? Terasa menusuk hati, serta begitu dingin.
“Kamu, kamu siapa?”
Tini mengambil langkah kecil ke depan, menatap Lorenzo sayu.
“Apa kamu Papi kami?”
Wini juga mendekatinya, menatapnya dengan hati-hati.
“Papa galak, Mamiku ada di mana?”
Biti tetap teguh pada keyakinannya sendiri. la langsung menanyainya secara blak-blakan.
“Mamimu akan segera pulang.”
Lorenzo melangkah menghampiri mereka, namun ketiga anak itu segera mundur ketakutan, takut Lorenzo
mendekati mereka.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt
“Aku ini Papi.”
Lorenzo mengernyitkan alisnya menatap ketiga anak itu. la yang sejak kecil hidup mengembara, tidak pernah
merasakan kasih sayang keluarga, sehingga ia sama sekali tidak mengerti bagaimana harus menjalin hubungan
dengan anak-anaknya.
la selalu bingung bagaimana menghadapi ketiga anaknya itu, hingga membuat kepalanya sakit...
Sehingga saat terjadi sesuatu, ia menyerahkan anak-anaknya kepada Tracy.
Karena ia telah melihat kemampuan Tracy dalam mendidik anak-anak. la juga percaya ketiga anaknya itu akan
semakin dekat dengan bibinya...
Dan benar saja, sekarang anak-anak lebih menyukai bibinya, bahkan tidak menyukai ayah
mereka sendiri.
“Aku ingin Mamil”
Tini mengerutkan bibirnya. Air matanya mulai berlinang.
“Aku juga mau Mami dan Bibi.”
Mata Wini juga memerah. Sambil memeluk boneka kelinci kecil, ia membungkukkan tubuhnya berusaha
melindungi diri, takut ayahnya berjalan mendekat.
“Kenapa kamu membawa kami ke sini?” Biti bertanya langsung. “Kami mau kembali ke rumah Bibi.”
Lorenzo mengernyitkan alisnya. Wajahnya terlihat sedih. la tidak bisa berkomunikasi dengan mereka. Ini bahkan
terasa lebih sulit daripada menghadapi seekor binatang buas.
“Segera hubungi Bibi, minta Bibi menjemput kami.”
Biti memang selalu yang paling berani di antara mereka. la langsung memerintah Lorenzo dengan keras.
“Bibi sekarang tidak bisa datang menjemput kalian.” Lorenzo berkata tegas, “Untuk sementara ini, kalian semua
akan tinggal di sini...”
“Tidak, tidak mau, tidak mau! Kami tidak mau tinggal di sini.”
Sebelum Lorenzo selesai berbicara, ketiga anak itu langsung menangis.
Tangisan mereka terdengar nyaring melengking, menggema hingga ke setiap sudut vila.
Lorenzo menutup matanya erat- erat, gendang telinganya terasa mau pecah. Dadanya dipenuhi raungan, namun
ia tidak boleh marah...
la hanya dapat menahan rasa kesalnya, dengan sabar membujuk: “Jangan menangis, Mamimu akan segera...”
Anak-anak sama sekali tidak mengindahkannya, satu per satu menangis dengan keras.
Ketiga anak kecil itu bersama-sama mengangkat wajahnya dan membuka mulut lebar-lebar, lalu menangis
dengan keras.
Seperti tiga buah pengeras suara kecil.
Mendengar tangisan mereka, Lorenzo merasa seperti ada suara berdengung dalam kepalanya. la menutupi
dahinya, lalu segera naik ke lantai atas sambil memerintahkan dengan dingin: “Suruh mereka berhenti.”
“Baik!” Jasper segera menjawabnya. la bergegas membujuk ketiga anak itu dengan hati-hati, “Anak-anak,
berhentilah menangis...”
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm
“Ayo, Tuan Putri, jangan menangis lagi. Kakak berikan permen untuk kalian, ya?”
“Ini mainan baru untuk kalian. Cepat lihat...”
“Tuan Putri, jangan menangis lagi....."
Sekelompok orang mengelilingi ketiga anak itu, namun mereka tetap tidak berhasil membujuknya.
Saat itu juga, sesosok figur kecil muncul di lorong lantai dua dan berteriak ke bawah, “Jangan
menangis!”
Ketiga anak kecil itu pun berhenti seketika. Mereka mendongak, wajah kecil mereka tertuju ke
atas, “Kak Carlos!”
Masih terdapat Iuka pada tubuh Carlos, bahkan tangannya masih terpasang jarum infus. Wajahnya terlihat
pucat, namun ia masih berdiri tegap.
“Kak Carlos!”
Melihat Carlos, ketiga anak kecil itu bergegas lari ke lantai atas. Mereka mengelilinginya, tak hentinya
mengajukan berbagai macam pertanyaan-
“Kenapa Kak Carlos ada di sini?”
“Ah, Kak Carlos sakit? Sampai terluka? Apa Kakak baik-baik saja?”
“Kak Carlos, Bibi sangat mengkhawatirkan Kakak. Bibi sudah mencari Kakak ke mana-mana. Apa Kakak baik-
baik saja?”