- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 1788
Jasper langsung panik begitu mendenarnya, “Lalu, bagaimana?”
“Ambilkan pisau.” ujar Dewi mendesak.
Mioco”
“Gunakan ini.” Lorenzo mengeluarkan belatinya yang berbentuk bulan sabit dan menyerahka “Obati sesuai
prosedur, tidak perlu mengkhawatirkan apa pun.”
Dada Dewi,
Dia mengatakannya dengan santai, seperti yang akan dibuang dagingnya adalah orang lain dan bukan dirinya.
“Aku akan menyiapkan obat anestesi.” ujar Dewi sambil berdiri.
“Tidak perlu.” Lorenzo sedikit tidak sabar, “Selesaikan dengan cepat!”
“Akan sangat sakit.” Dewi mengingatkannya, “Aku harus memotong semua bagian yang membusuk ini.”
“Cerewet!” Lorenzo memejamkan matanya.
“Baiklah, kamu yang mengatakannya.”
Dewi tidak berbicara lagi, dia duduk miring di tepi bak mandi dan mulai memotong daging busuk di luka Lorenzo
dengan belati berbentuk bulan sabit itu.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt
Jasper menatap dari samping dengan perasaan khawatir dan terenyuh.
Dewi melihat Lorenzo sekilas, dia sedikit mengernyitkan alisnya tanpa mengeluarkan suara apa pun, seperti
tidak merasakan sakit.
Darah kotor berwarna merah gelap mengalir keluar dan menetes perlahan ke dalam bak dan membuat ramuan
obat berwarna cokelat itu berubah menjadi semakin gelap.
Aroma obat herbal yang awalnya merebak di kamar mandi, sekarang telah berganti dengan aroma amis yang
menyengat.
Dewi memotong daging busuk itu dengan sangat sigap, “Aku keluar dulu, kamu pakailah celanamu, lalu keluar,
aku akan mengobati lukamu.”
Saat mengatakannya, dia langsung mencuci tangan dan keluar dari kamar mandi.
“Tuan!” Jasper bergegas menutup pintu, lalu memapah Lorenzo berdiri, “Anda tidak apa-apa? Apa sakit?”
“Tidak apa.”
Ekspresi Lorenzo terlihat tenang.
Setelah keluar dari bak mandi, dia membersihkan ramuan obat dengan handuk, lalu memakai celana dan
berjalan keluar.
Lukanya terus mengeluarkan darah dan segera membuat celana tidurnya berubah menjadi warna merah.
“Duduk!” Dewi sedang menyiapkan kain kasa dan obat.
Lorenzo duduk di sofa sambil menyeka rambutnya dengan handuk.
Jasper menuangkan segelas air untuknya, tetapi dia malah berkata, “Vodka, tambahkan es!”
Mioco”
“Biarkan dia meminumnya.” Dewi sedang mensterilkan jarum peraknya, “Nanti akan sangat sakit, minum sedikit
anggur bisa meredakan rasa sakit.”
Jasper menuangkan segelas vodka untuk Lorenzo dan bertanya dengan perasaan tidak tenang, “Tabib Dewi,
perlukah memberi Tuan sedikit obat pereda sakit?”
“Perlukah?” Dewi menatap ke arah Lorenzo.
“Tidak perlu.” ujar Lorenzo sambil meminum anggurnya.
“Yang penting bisa menahannya.” Dewi tersenyum, “Rasa sakit tadi tidak ada apa-apanya, setelah diobati nanti,
akan semakin parah, kamu harus mempersiapkan dirimu.”
“Kenapa kamu begitu cerewet?” Lorenzo menatapnya dengan perasaan tidak senang.
Dewi menaikkan alisnya dan tidak berbasa-basi lagi, dia mengambil kotak medisnya dan berjongkok di depan
pria itu, lalu bersiap untuk memberi obat.
“Aku akan mengoleskan obatnya, tahan sedikit.”
“Cerewet, ugh ....”
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm
Sebelum menyelesaikan perkataannya, sekujur tubuh Lorenzo langsung bergidik dan dia mengerang.
Benar, wanita tomboi ini tidak berbicara omong kosong, rasa sakit saat memotong daging itu tidak ada apa-
apanya, sekarang barulah rasa sakit yang tidak tertahankan itu.
Rasa sakit ini seperti ada sebuah bor yang menusuk jantungnya dengan mendadak hingga membuat sekujur
tubuhnya meringkuk.
Dia mengepalkan tangannya dengan kuat.
Urat di pelipisnya mulai menonjol, matanya pun mulai memerah.
“Tuan!” Jasper panik, “Tabib Dewi, lebih pelanlah.”
“Itu mustahil.”
Dewi tidak tergerak sedikit pun karena dia telah terbiasa melihat hidup dan mati.
Dia mengoleskan obat untuk Lorenzo dengan sigap, lalu mengambil gulungan kain kasa dan membungkus
luka itu.
Karena luka itu sedikit besar, kain kasa itu harus dililitkan di pinggang dan dia harus berjongkok di depan pria
itu, lalu melilitkannya dengan kedua tangan satu putaran demi satu putaran.
Lorenzo sangat tidak terbiasa ada seorang wanita yang begitu dekat dengannya, dia mengernyitkan alisnya
dengan tubuhnya yang kaku dan tegang.
Meski masih merasakan rasa sakit itu, matanya tetap mengawasi wanita itu untuk mencegah wanita itu berbuat
tidak senonoh padanya.