- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 1804
“Lebih buruk dari yang aku bayangkan.” Dewi melihat wajah Lorenzo yang pucat, alisnya berkerut, “Aku
meremehkan racun ini, racunnya sekarang tidak berhenti bermutasi di dalam tubuhnya.”
“Hah? Kenapa bisa seperti ini?” Jasper terkejut hingga wajahnya pucat pasi, “Jadi, harus bagaimana?”
“Harus cepat kembali.” Dewi berbicara dengan yakin, “Apa ular berbisa yang menggigitnya itu masih ada?”
“Ada.” Jasper mengangguk, “Dikurung di dalam laboratorium.”
“Laboratorium?” Ekspresi Dewi berubah, “Kalian sedang melakukan eksperimen terhadap binatang-binatang
itu?TMTM
“Mengenai masalah ini, aku tidak bisa menjelaskannya padamu sekarang.” Jasper menutup-nutupi hal penting
itu, “Kamu juga tidak boleh tahu terlalu banyak, jangan bertanya lagi.”
“Oke, aku juga tidak mau banyak bicara.” Dewi berkata dengan dingin, “Intinya cepatlah kembali, atau
penyakitnya akan berkembang semakin serius, kalau saat itu tiba, jangankan aku, Dewa pun tidak akan bisa
menyelamatkannya.”
“Tapi, kenapa kamu sebelumnya tidak bilang?” Jasper khawatir, “Kalau tahu dari awal ...."”
“Mana ada kemungkinan sebanyak itu?” Dewi marah, “Aku ini tabib, bukan Dewa, tidak bisa memprediksi
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtsemuanya.
Meskipun aku tahu racun ini adalah kombinasi dari hewan dan obat biokimia, tapi aku juga tidak menyangka
akan bermutasi, ini sudah melampaui lingkup pengetahuan seorang tabib.”
Mendengarnya berkata seperti itu, Jasper juga tidak bisa menyalahkannya lagi, tapi dia merasa kesulitan, “Besok
malam ada satu pesta yang sangat penting. Tuan dan Pangeran harus pergi menghadirinya bersama, takutnya
Tuan tidak akan setuju untuk kembali saat ini.”
“Nyawa yang penting, atau pesta sialan itu yang penting?” Dewi berteriak dengan geram, “Sekarang, saat ini
juga, segera siapkan mobil, kembali ke gunung, aku akan mengetes darah ular, untuk mencampurkan obat lagi
butuh waktu, tidak bisa ditunda.”
“Tapi...."”
Jasper sangat gelisah, tidak tahu harus berbuat apa.
“Besok malam, baru kembali!”
Tiba-tiba, muncul sebuah suara yang lemah ....
Jasper menoleh, buru-buru menyambutnya, “Tuan, Anda sudah bangun?”
“Kamu sudah mendengar semuanya?” Dewi mengernyit menatapnya, “Apa kamu tahu seberapa serius
masalahnya?”
“Aku tahu ...."” Lorenzo perlahan-lahan membuka matanya, “Tetap tinggal satu hari lagi tidak akan membuatku
mati.”
“Kamu ...."”
“Kalau benar-benar terjadi sesuatu, itu adalah kelalaianmu sebagai Tabib.”
Belum sempat Dewi berbicara, Lorenzo sudah memotongnya.
Dewi marah dan menggertakkan giginya, dia melempar handuk yang ada di tangannya, dan berkata dengan
geram, “Sialan, kamu sendiri yang cari mati masih menyalahkanku???”
Handuknya terlempar mengenai wajah Lorenzo.
Semua orang di dalam ruangan tercengang, semuanya membuka mata lebar-lebar, tidak berani menatap Dewi.
Dia tidak hanya berani melawan Tuan, tapi juga berani ... memukulnya?
“Tuan ...."
Jasper buru-buru menghampiri, mengambil handuk itu, seluruh wajahnya panik.
Wajah Lorenzo menggelap, ia menggertakkan gigi dan berteriak, “Bawa wanita itu padaku....”
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm
“Lebih baik kamu mengusirku sekarang.” Dewi sangat agresif, “Kalau aku pergi, hidupmu tidak akan bertahan
sampai tiga hari, percaya tidak?”
“Kamu ...."” Lorenzo begitu marah sampai ia memutar badannya dan duduk, mengambil pistol di samping
kasurnya ingin membunuhnya.
“Tenang Tuan, tenanglah!!!” Jasper buru-buru menahannya, “Aku mohon, tenanglah! Tenang!”
“Akhirnya ada orang yang sadar.”
Dewi menatap mereka dengan dingin, ia berbalik pergi, dan berkata tanpa perasaan—
“Kalau tidak mau kembali, malam ini jangan panggil aka, demam sampai sepanas arang pun juga jangan panggil
aku, tahan saja sendiri rasa sakit itu!”
“Ugh...”
“Wanita sialan!!!!”
Lorenzo memegang pistol dengan gemetar, sangat ingin menembaknya sampai mati.
Dewi berjalan keluar dengan arogan, tanpa menoleh, dia berkata dengan marah, “Pria bodoh tidak punya otak,
pantas mati!!!”