- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 1808
“Wiwi ...."
Tiba-tiba, terdengar sebuah suara panggilan yang familiar...
Seperti ada suatu telepati, Dewi tiba-tiba terbangun, kepalanya juga mendongak ke atas, dengan mata yang
mengantuk, dia menatap Lorenzo dengan bingung.
Wajah tampan yang mempesona ini, benar-benar familiar....
Tiba-tiba, ada sebuah perasaan yang tidak biasa di hatinya, perlahan-lahan datang berdesir ....
“Tuan sudah bangun?”
Suara Jeff tiba-tiba muncul, memecahkan suasana ambigu itu.
Seketika Dewi kembali ke akal sehatnya, ia segera mengembalikan pandangan, bangun dari lantai.
“Ada apa dengan Tuan?” Tanya Jeff khawatir, “Sepertinya barusan aku mendengarnya berbicara?”
Dewi tidak menanggapi, hanya mengusap-usap kening Lorenzo, “Demamnya sudah turun.”
“Syukurlah.” Jeff dan Jasper menghembuskan napas lega.
Dewi melihat jam di dinding, sudah jam setengah delapan pagi, “Aku kembali dan tidur dulu, kalian suruhlah
seseorang untuk mengelap badannya, siapkan bubur, dia bisa makan setelah bangun.”
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt
“Oke, oke, aku segera suruh orang untuk menyiapkannya.”
Jasper bergegas pergi memberi perintah.
“Apa Tuan akan demam lagi?” Tanya Jeff.
“Tidak tahu.” Dewi bersin, “Virus ini muncul berulang-ulang, masih bisa bermutasi, tidak ada yang bisa
memprediksinya....”
“Hei, kamu...."”
Jeff masih ingin mengatakan sesuatu, tapi Dewi sudah berjalan keluar ruangan.
Jeff sangat marah, Jasper menasihatinya, “Kenapa kamu selalu memarahinya?”
“Kamu lihatlah sikap dia itu.” Jeff sedikit berapi-api.
“Yang dia ucapkan benar, hanya saja kenyataannya tidak enak didengar.” Sebaliknya Jasper lebih terbuka, “Kita
sudah terbiasa dengan sikap patuh dokter-dokter sebelumnya, sebaliknya malah tidak terbiasa dengan sikap
terus terang seperti ini.”
Mendengar perkataan ini, Jeff terdiam, kelihatannya masuk akal juga ....
“Baiklah, kita jaga Tuan dulu.”
“a.
Dewi benar-benar lelah, begitu kembali ke ruangannya, dia langsung tertidur.
Saat ini, tiba-tiba dia kepikiran tentang kalung itu, ia lupa mengambilnya kembali ....
Hanya bisa menunggu kesempatan lain.
Namun, karena dia sudah mengetahui identitasnya adalah Tabib Dewa, kalau begitu, kalung itu sepertinya sudah
tidak begitu penting
Tapi, apa sebenarnya yang dia lupakan?
Sambil berpikir, Dewi pun tertidur ....
Kali ini, dia mulai bermimpi lagi, memimpikan sekelompok orang yang sedang memburunya....
Tiba-tiba, sebuah pukulan yang kuat menghantam belakang kepalanya, kemudian dia tidak mengingat apa-apa
lagi ....
Di belakang kepalanya muncul rasa sakit yang menusuk.
Dewi terbangun dari mimpinya, matanya terbuka, terlihat langit-langit ruangan, jantungnya masih berdetak
kencang tanpa henti.
Mimpi ini, dia sudah memimpikannya berkali-kali .....
Setiap kali terbangun, belakang kepalanya akan terasa sangat sakit.
Dia tahu, masalah ini pasti berhubungan dengan ingatannya yang hilang.
Tapi, dia adalah seorang Tabib yang tak terkalahkan di dunia, siapa sebenarnya yang ingin membunuhnya?
Saat sedang berpikir, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar, kemudian terdengar suara sapaan
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmhormat seorang pelayan wanita, “Tabib Dewi, Pangeran kami mengundang Anda untuk makan siang bersama!”
Dewi membalikkan badannya dan duduk, ia menyipitkan mata dan melihat jam dinding, ternyata sudah jam 12
siang.
“Aku akan ke sana setelah beres-beres.”
Kebetulan, Dewi juga ingin menanyakan sesuatu.
“Baik, saya akan menunggu Anda di luar.”
Pelayan membalasnya dengan hormat.
Dewi bangun, menyikat gigi, mencuci muka, mengganti baju yang cocok, memakai masker, lalu berjalan keluar
ruangan sambil bersin.
“Mari Tabib Dewi!” Empat pelayan wanita menunggu di luar.
Dewi mengikuti mereka dari belakang, sebentar-sebentar ia mengucek mata, sebentar-sebentar bersin, benar-
benar tidak cocok dengan suasana yang megah dan mulia ini.
Saat melewati koridor, Pangeran datang, dari jauh Dewi melihat Pangeran Willy yang duduk di depan meja
panjang, di belakangnya berdiri dua orang pelayan.
Para pelayan wanita sedang meletakkan hidangan makan siang yang mewah di atas meja
makan.
Melihatnya, membuat Dewi ingin meneteskan air liur, saat ingin menghampiri, tiba-tiba terdengar suara familiar
dari belakang, “Kenapa dia bisa ada di sini?”