- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 1825
Saat kembali ke atas gunung, Dewi segera mengambil darah ular beracun itu untuk diperiksa, lalu meneliti cara
pengobatan baru.
Jasper terus menjaga Lorenzo.
Jeff masih mendesaknya beberapa kali, sangat panik hingga seperti cacing kepanasan.
Pada pukul 2 subuh, akhirnya Dewi sudah membuat obat baru. Dia segera menerapkannya pada Lorenzo,
termasuk obat oles.
Setelah segalanya selesai diurus, Dewi sudah sangat kelelahan. Dia pun berpesan, “Bersihkan tubuhnya, lalu
ganti bajunya.”
Selesai bicara, Dewi pun bersiap kembali ke kamar.
“Tabib Dewi, kamu tidak boleh pergi.” Jeff buru-buru menahannya, “Bagaimana Jika Tuan kembali demam?”
“Aku akan kembali lagi setelah mandi.” Dewi sedikit lelah, “Malam ini adalah waktu penentuan, aku akan berjaga
di sini. Kalian siapkanlah selimut untukku di sofa.”
“Baik, baik, akan segera disiapkan.”
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt
Jeff mengangguk berulang kali.
Dewi kembali ke kamar untuk mandi. Namun, luka di bagian kepalanya terasa sakit lagi. Dia tahu bahwa dirinya
tidak bisa tinggal terlalu lama lagi.
Dia harus secepatnya menyembuhkan Lorenzo, lalu pergi dengan membawa uang.
Namun, setiap kali bermimpi, pria itu selalu menyebut nama “Wiwi“. Sebenarnya, siapa itu?
Mengapa begitu mendengar nama itu, ada sebuah perasaan aneh di hatinya?
Sakit ....
Semakin lama semakin sakit.
Dewi memegang bagian belakang kepalanya, berusaha untuk tidak memikirkan hal itu lagi.
Setelah beres-beres dan berganti pakaian santai, dia pun pergi ke kamar sebelah.
“Tabib Dewi.” Jasper segera menyapanya, “Tuan masih demam tinggi, tidak turun sedikit pun.”
“Kamu bisa tidur di kondisi seperti ini?”
Melihat banyak orang yang memenuhi kamar, serta lampu yang terang benderang, Jasper pun mengerutkan
kening.
Namun, Dewi malah memeluk bantal, berbalik badan dan menghadap sofa, lalu mulai mendengkur dalam
sekejap.
“Aku sungguh kagum padanya.” Jeff mendesah sambil menggelengkan kepala.
“Matikan lampu utama.” pesan Jasper.
Pelayan segera mematikan lampu utama, hanya menyisakan lampu tembok. Cahaya di dalam kamar menjadi
redup, semakin cocok untuk tidur.
Jasper menyuruh yang lain mundur, hanya menyisakan dua perawat.
Dia dan Jeff berjaga dengan tenang di samping.
Satu jam berlalu sangat cepat. Kelly mengukur suhu tubuh Lorenzo, lalu berkata dengan antusias, “Suhunya
sudah turun, dari 39 derajat menjadi 38 derajat Celcius.”
“Masih demam.” Jeff mengerutkan keningnya, lalu segera membangunkan Dewi, “Tabib Dewi, Tabib Dewi...."
Dewi bertanya dengan setengah sadar, “Kenapa? Suhu badannya tidak turun?”
“Sudah turun, tapi masih demam. Sekarang 38 derajat Celcius.” kata Jeff.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm
“Baguslah kalau begitu, lanjut awasi ...."”
Dewi berbalik badan dan lanjut tidur.
Satu jam berlalu lagi, Kelly sekali lagi mengukur suhu tubuh Lorenzo. Akhirnya suhu tubuhnya sudah kembali
normal, dia pun sangat gembira, “Sudah turun, demam Tuan sudah turun.”
Jeff dan Jasper menghampiri dan memeriksa, benar saja, sekarang suhu badannya 36,3 derajat Celcius, sudah
normal.
“Baguslah!!!”
Kedua orang itu luar biasa gembira.
“Demamnya sudah turun?” Pada saat ini, terdengar suara Dewi. Dia bangun dan berjalan mendekat, sambil
menggosok matanya dan menguap. Lalu, dia menyentuh dahi Lorenzo, “Ya, bagus!”
“Kalau begitu, kami juga akan berjaga.” Jeff tidak tenang, “Pengawasan tidak boleh kendur pada saat genting.”
“Benar.” Jasper mengangguk, “Kelly, kamu pergilah istirahat.”
“Baik, Kak Jasper.”
Kelly menunduk, lalu pergi. Dia sudah berjaga selama beberapa hari, memang sangat lelah.
“Kalian berdua pergilah ke ruang kerja kecil itu, jangan menunggu di sini, seperti dewa pintu saja.” Dewi kembali
berbaring di sofa, “Aku hanya memejamkan mata sebentar, nanti akan mengukur suhu tubuhnya.”