- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 2069 Percaya
Meski kata-kata Lorenzo terdengar kesal, nadanya juga terdengar sedikit kecewa, tapi sorot matanya yang
khawatir itu langsung menghangatkan hati Dewi ....
Dewi sudah tidak bisa menahannya lagi, dia bersandar di dada pria itu dengan lemah.
“Tidak apa-apa, ada aku!”
Hati Lorenzo pun melembut, tidak tega memarahi wanita itu lagi, dan hanya mengelus kepala wanita itu dengan
telapak tangannya yang besar.
Seperti sedang memberi tahunya, meski langit runtuh, tetap ada dia yang menopangnya!
Sikap Dewi pun menjadi lembut, dia menanggalkan semua kekuatannya pada saat ini ...
Saat ini, dia tiba-tiba teringat hal yang lebih penting dan buru-buru berkata, “Bom-bom itu, Brandon, juga anak-
anak...”
“Tenang saja, aku akan mengurusnya dengan baik.” Lorenzo menggendong Dewi dan berjalan menjauh tanpa
menoleh sedikit pun, “Selesaikan semuanya, selain Denny, aku tidak ingin terjadi sesuatu pada satu orang pun.”
“Baik, Tuan!”
Brandon dan beberapa petugas yang terluka pun segera diantar ke rumah sakit.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt
Jeff adalah ahli penjinak bom, dia dengan segera menjinakkan semua bom yang disembunyikan di dalam panti
asuhan itu.
Semua anak-anak dipindahkan ke panti asuhan lainnya, Sonny dan yang lainnya membereskan sisanya bersama
pihak kepolisian....
Hari ini, hujan deras turun, berlanjut hingga keesokan paginya.
Dewi terbangun dari mimpi buruk, dia membuka mata dan segera bertanya saat melihat wajah lembut Lorenzo,
“Mana Brandon? Mana anak-anak? Apa mereka baik-baik saja?”
Lorenzo mengernyitkan alisnya, tampak sorot tidak senang dari dalam matanya, tapi dia tidak marah, malah
langsung menjawab, “Ada beberapa anak yang terluka, tapi tidak parah, kondisi si Brandon itu sepertinya sedikit
berbahaya, sekarang masih dirawat di ruang ICU.”
“Seharusnya limpanya terluka, aku harus melihatnya ...."”
Dewi berusaha bangun, tapi ditahan oleh Lorenzo, “Kamu terluka begitu parah, mana bisa mengobati orang lain?
Aku sudah minta Jasper menyuruh Heidy datang.”
“Tidak akan sempat.” Dewi sangat panik, “Kondisinya sangat kritis, akan makin berbahaya kalau ditunda lebih
lama...”
Dia berusaha duduk saat mengatakannya, dia ingin bangun dan turun dari ranjang, tapi luka di kakinya sangat
parah, dia langsung terjatuh begitu turun.
Lorenzo yang duduk di sana hanya diam saja dan menatap dingin padanya.
Dewi memegang sisi ranjang dan berusaha untuk berdiri kembali, tapi lagi-lagi dia terjatuh karena tidak bisa
berdiri stabil.....
“Apa dia begitu penting?” Akhirnya Lorenzo membuka mulutnya dan bertanya.
“Dia seperti kerabat dan keluarga bagiku, apalagi dia terluka karena aku ....” ujar Dewi panik, “Aku harus
menyelamatkannya!”
Lorenzo tidak mengatakan apa pun, tapi langsung berdiri, menggendong dan mendudukkan wanita itu di kursi
roda, lalu mendorongnya keluar.
“Tuan!”
Jasper dan para anak buah segera menyambutnya.
“Panggil dokter yang bertugas ke sini untuk mendiskusikan metode penyelamatan Brandon,” ujar Lorenzo
memberi perintah.
“Baik.” Jasper segera melaksanakannya.
Lorenzo mendorong Dewi ke ICU, kepala rumah sakit dan dokter sudah menunggu di sini, lalu segera
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmmenjelaskan kondisi detailnya pada Dewi.
Dewi mengernyitkan alis, “Apa? Sampai sekarang pelurunya masih belum dikeluarkan?”
“Sekarang peluru itu bersarang di dalam organ, sangat berbahaya, kami tidak berani....”
“Segera siapkan operasi, biar aku yang melakukannya.” Dewi sangat lugas, “Siapkan pasokan darah dalam
jumlah banyak, cepat!”
“Ini...” Dokter melihat ke arah Lorenzo.
“Lakukan sesuai perintahnya,” ujar Lorenzo memberi perintah.
“Baik.”
Kepala rumah sakit segera mengaturnya, tapi dokter yang bertugas masih merasa tidak tenang, “Nona Dewi,
pundak kanan Anda terluka, apa bisa memegang pisau bedah?”
Pada kenyataannya, sekarang Dewi hanya bisa duduk di kursi roda, dia tidak bisa berdiri, seluruh pundak
kanannya juga kaku dan tidak bisa digerakkan.
Jadi, dia sama sekali tidak bisa memegang pisau bedah dengan tangan kanannya.
“Tangan kanan tidak bisa digerakkan, masih ada tangan kiri.” Dewi menatap Brandon yang terbaring di ranjang
sambil mengerutkan alisnya, “Brandon, kamu percaya padaku, kan?”
Brandon tidak bergerak sama sekali, tapi seperti berkata, ‘Ya, aku percaya padamu!’