- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 2207 Pameran Lukisan
“Tidak perlu merepotkan Nyonya. Beri tahu alamatnya saja, aku bisa pergi sendiri.
Dewi buru-buru bicara.
“Boleh juga. Aku lihat Lorenzo menyuruh Jeff tinggal di rumah. Seharusnya kamu sangat leluasa untuk
bepergian.” Nyonya Presiden tertawa, “Kalau begitu, nanti aku akan menyuruh orang untuk memberitahu
alamatnya pada Jell. Sampai jumpa jam 6 sore besok!”
“Baik, sampai jumpa besok!”
Setelah mengantar Nyonya Presiden pergi, Dewi merasa sedikit menyesal. Dia sungguh tidak suka acara
semacam itu, juga tidak mau melihat pameran lukisan. Dia sama sekali tidak paham tentang lukisan.
Namun, Nyonya Presiden sudah datang untuk mengundang secara langsung, juga sudah bicara seperti itu. Dewi
pun sungguh tidak bisa menolak.
Kalau dipikir-pikir, kelak dia juga harus bersosialisasi, maka hadapi saja.
“Nona Dewi, tenang saja. Besok aku akan mengantar Nona ke sana, tidak akan ada masalah apa- apa.”
Jeff masih mengira Dewi mencemaskan masalah keamanan.
“Aku bukan khawatir, hanya saja tidak terlalu ingin pergi.”
Dewi melihat ponselnya. Lorenzo masih tidak menelepon, juga tidak mengirim pesan.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt
Dewi sedikit tidak senang, tapi dia tetap tidak mau menelepon.
“Apa hebatnya dirimu? Ya sudah kalau tidak mau menelepon.*
‘Huh."
Malam itu, Dewi terbangun beberapa kali. Dia mengambil ponselnya dari bawah bantal, ingin melihat apakah
Lorenzo menelepon atau mengirimkan pesan untuknya.
Namun, sama sekali tidak ada.
Dewi sangat sedih. Namun, karena siang hari terlalu lelah, dia pun lanjut tidur.
Bangun keesokan paginya, Dewi tidak terlalu bersemangat. Namun, dia tetap memaksakan diri untuk bangun,
mandi, dan sarapan, lalu pergi memeriksa Willy.
Willy sangat kooperatif dalam pengobatan. Sesakit apa pun, dia tetap tahan. Dia juga langsung menelan habis
obat sepahit apa pun.
Willy begitu giat. Dewi pun sungguh berharap bisa menyembuhkannya secepatnya.
Hanya saja, sepertinya Willy semakin lama semakin jarang bicara belakangan ini, seolah-olah sengaja menjaga
jarak dengannya. Willy juga tidak memanggil dirinya dengan ramah seperti dulu, sekarang sangat jarang bicara,
juga sangat jarang memanggilnya.
Dewi merasa Willy merasa bersalah karena masalah sebelumnya, maka bersikap seperti ini. Bisa dikatakan
sudah menderita begitu banyak, orang pun menjadi pendiam.
Sebaliknya Mina, setiap kali selalu melihatnya sangat gembira. Dia belajar pengetahuan medis darinya dengan
sungguh-sungguh, memahami kondisi penyakit Willy, juga melaporkan dengan teliti tentang reaksi penyakit
Willy.
Saat Dewi bilang pemulihan Willy sangat bagus, Mina lebih senang dibandingkan siapa pun.
Dewi juga memperhatikan, sekarang sepertinya hubungan Mina dan Willy semakin dekat. Seperti membuka
baju, mengelap badan, mengoleskan obat, dan sebagainya, meski itu di bagian pribadi, Mina juga tidak merasa
takut lagi.
Namun, wajahnya tetap tersipu malu.
Dewi merasa ini hal bagus. Sekarang Willy sendirian, cukup bagus kalau ada orang yang menemaninya. Lagi
pula, Mina begitu menyukainya.
Selesai mengobati Willy, Dewi juga mengobati Mina. Sebelumnya, Mina terluka dan masih belum sembuh. Setiap
hari dia malah sibuk menjaga Willy, membuat pemulihan lukanya sangat
lambat.
Dewi mengganti obatnya, menyuruhnya gunakan dengan baik.
Setelah meninggalkan tempat Willy, Dewi sampai di rumah jam 4 sore lewat.
Penata rias sudah menunggu cukup lama. Nola membantu Dewi mandi dan berpakaian, lalu menyuruh orang
meriasnya.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm
Saat sudah siap, Dewi pun naik ke mobil dan pergi menemui Nyonya Presiden.
Sudah sibuk seharian, dia merasa sedikit lelah, maka tertidur di mobil.
Namun, dia terus-menerus terbangun untuk melihat ponselnya, lihat apakah Lorenzo mengirim pesan atau
meneleponnya.
Sayangnya, sama sekali tidak ada.
Dewi/sungguh marah.
Jam 6 sore, Dewi sampai di restoran tepat waktu dan bertemu dengan Nyonya Presiden.
Nyonya Presiden sudah menyewa seluruh restoran itu. Tidak ada orang luar, hanya ada beberapa tamu wanita
lainnya.
Dewi kenal, di antaranya adalah Nyonya Young. Beberapa wanita lainnya juga pernah ditemui di pesta
sebelumnya.
Orang-orang sangat menghormati Dewi, sikap mereka sangat ramah.
Dewi tidak pandai bicara di depan umum, maka dia hanya terus tersenyum.
Melihat Dewi tidak leluasa, Nyonya Presiden pun berpesan, “Dewi adalah gadis pendiam, tidak suka banyak
bicara. Kalian tidak perlu bersikap sesopan itu.”
“Baik.”
Setelah bicara begitu, beberapa nyonya itu pun menjadi tenang.