- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 509
Setelah itu, Tracy tertidur dengan tenang di dalam pelukan Danici…
Daniel membelai rambutnya dengan pelan, memandangnya dengan lembut. Akhir-akhir ini, dia sering
mengantuk, seolah selalu merasa tidak cukup tidur.
Ketika Daniel kemari tadi, Lily telah melapor kepadanya. Katanya hari ini Tracy sangat tenang, tidak
ada gejala lagi. Selain tidur, ia hanya bengong, makan pun sedikit.
Daniel berpikir seharusnya ia kelelahan dan ketakutan…
Daniel akan memberikannya banyak perhatian dan kehangatan, agar ia dapat terbebas dari trauma itu.
“Gigolo… Tracy tiba-tiba berbisik dengan samar-samar, “Aku tidak ingin tinggal di rumah sakit, aku
ingin pulang.”
“Oke.” Daniel juga ada maksud ini. Terlalu lama tinggal di rumah sakit, orang normal pun dapat
berubah menjadi orang sakit.
“Anak-anak menunggumu di rumah. Jika kamu pulang, suasana hatimu juga akan membaik.” Daniel
mengecup kening Tracy, “Kamu tidur saja lagi, aku akan meminta orang mengaturnya.”
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt“Iya.” Tracy memejamkan mata menganggukkan kepala.
Daniel bangkit dari ranjang dan mengenakan pakaian. Keluar dari kamar, hendak meminta Ryan pergi
mengaturnya.
Kebetulan Ryan sedang menerima telepon dan buru-buru menjawab, “Kebetulan sekali, tiga anak
menelepon, mereka ingin menjenguk maminya. Kalau begitu minta mereka menunggu di rumah saja?”
“Ya.” Daniel menganggukkan kepala, “Dalam satu jam, tiba di rumah.”
“Baik.” Ryan lekas memberi tahu kabar ini.
Di sebrang telepon, terdengar suara seruan dan antusias tiga anak. Mereka hampir saja memekakkan
telinga Ryan.
Ryan menyerahkan ponsel, lalu memandang Daniel dengan tak berdaya, “Pulang nanti bakal ramai.”
“Bagus sekali.” Daniel tertsenyum, “Lebih meriah!”
“Baik, aku akan segera mengaturnya.” Ryan meninggalkannya sambil tersenyum.
Daniel menoleh memandang Tracy yang sedang terbaring di atas ranjang, lalu mengintruksi Lily. “Jaga
dia dengan baik, aku akan pergi menjenguk kakek.”
“Baik, Anda tenang saja.” Lily menganggukkan kepala.
Daniel tiba di tempat Tuan besar, ia melihat Jonson juga kemari.
Sanjaya menemaninya menjenguk Tuan besar. Kedua orang itu baru keluar dari kamar.
Jonson hendak mengatakan sesuatu, begitu melihat Daniel, ia lekas menyapa, “Daniel datang, ya!”
“Tuan Jonson, datang menjenguk kakek lagi. Sungguh perhatian!” Daniel membalas sapaannya
dengan sungkan.
“Besok pagi aku akan ke Prancis. Hari ini, kemari menjenguk Tuan besar.” Jonson memandang Daniel
dengan tatapan dalam, “Ada waktu? Bisakah kita berbicara?”
“Aku harus buru-buru pulang setelah menjenguk Kakek.” Daniel melihat jam tangannya.
“Kalau begitu aku tidak mengganggumu lagi.” Jonson tersenyum tak berdaya, “Aku pergi dulu, sampai
jumpa!”
“Sampai jumpa.” Daniel memberikan jalan, pandangan matanya mengantarkannya pergi.
Sanjaya mengantarkan Jonson. Ketika ia kembali, ia berbicara sambil mengernyitkan kening, “Tuan
Daniel, Tuan Jonson tidak ada niat jahat, kenapa Anda selalu menolaknya?”
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm“Kadang-kadang ada topik yang tidak artinya untuk dibicarakan.” Daniel tidak sependapat, “Tunggu
Kakek sembuh, aku akan menjelaskan segalanya pada keluarga Hilton.”
“Mungkin Tuan Jonson bukan ingin membicarakan hal ini?” Sanjaya mengernyitkan kening, “Aku selalu
merasa, seolah ia punya hal penting yang ingin disampaikan.”
“Meskipun ada sesuatu pun tidak ada hubungannya denganku, ‘kan?
Daniel menjawab dengan tenang, lalu menuju ruangan mengganti pakaian APD.
Sanjaya menghela napas, tidak lagi banyak bicara.
Kondisi Tuan besar hari ini lumayan baik. Ketika Daniel masuk ke dalam, mata Tuan besar mulai
terbuka pelan-pelan, menatapnya dengan lemah, lalu berusaha mengulurkan tangan ke arah Daniel.
“Kakek…” Daniel lekas mendekat menggenggam tangannya.
“Tidak boleh.” Tuan besar sulit membuka mulut, “Tidak boleh… membatalkan… pernikahan.”
Suaranya sangat lemah, napas pun tidak stabil. Setelah bicara satu kalimat, ia terengah-engah, tetapi
tangannya yang memegang Daniel sangat kuat, seolah menggunakan cara ini mengingatkannya
bahwa hal ini sangat penting.
Daniel mengerutkan keningnya. Ia tidak ingin memprovokasi Tuan besar di saat ini, tapi ia juga tidak
ingin melakukan permintaannya. Ia hanya membalas, “Istirahatlah, nanti kita bicara lagi setelah Kakek
sembuh.”