- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 565
“Siapa yang menginginkan bocah tengik sepertimu...”
Tuan Besar berhenti sebelum ia bisa menyelesaikan perkataannya, ia mengerutkan kening, menatap
Daniel dengan curiga, “Apa yang kamu katakan barusan? Cicil?”
“Usiamu sudah tua, pendengaraninu juga sudah tidak bagus lagi.” Daniel menggelengkan kepala
sambil menghicla napas.
“Papi, pendengaran kakek masih bagus, kok.” Carla mengerucutkan bibirnya, ia berkata dengan suara
imut.
“Carla, kamu memanggilnya apa?” Tuan Besar terkejut.
“Papi.” Carla memiringkan kepalanya, ia menjawab dengan serius.
“Apa yang sebenarnya terjadi?” Tuan Besar menatap Carla, lalu menatap Daniel, “Bocah tengik, cepat
bicara!”
“Kakek, bukan, sekarang aku harus memanggilmu kakck buyut...” Carlos berkata ke Tuan Besar
sambil tertawa, “Dia adalah papi kami, kami adalah anaknya. Nantinya aku tidak boleh memanggilmu
kakek lagi, aku harus memanggilmu kakek buyut.”
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt“Betul!” Carles mengangguk setuju, “Kakeknya papi adalah kakek buyut.”
Tuan Besar tercengang, ia membelalakan mata, butuh beberapa saat baginya untuk kembali ke
kesadarannya, ia berkata dengan terburu-buru: “Apa yang sebenarnya terjadi? Daniel, cepat kesini,
jelaskan padaku.”
Anak–anak cemberut dan sedih, mereka bergeser ke samping, memberikan papi jalan, lalu saling
berbisik di sudut ruangan ––
“Kenapa kakck tidak mengerti perkataan kita?”
“Mungkin kita tidak mengatakannya dengan jelas?”
“Baiklah, kita masih anak TK, tidak dapat mengungkapkan sesuatu dengan jelas itu biasa, biarkan papi
yang menjclaskannya.”
“Tahun depan kita sudah mau naik kelas, kita harus meningkatkan kemampuan mengungkapkan
sesuatu dengan kata–kata.”
“Betul, harus banyak membaca, banyak mengulang kembali bacaan, dengan begitu kita baru bisa
melatih kemampuan mengungkapkan sesuatu dengan kata–kata...”
“Betul.”
“Bocah tcngik.”
Daniel baru saja berjalan menghampirinya, Tuan Besar langsung meninju lengannya dengan márah.
Namun, “Tian Besar sedang sakit, ia tidak memiliki tenaga, pukulannya begitu lemah...
“Suvaya bilang sa aku sakit beberapa waktu ini, kamu membantuku mcrawat anak–anak, aku sangat
terharu memikirkan bocah tengik sepertimu masih memiliki sedikit hati nurani.
Karena kamu tahu aku sangat peduli dengan mereka, jadi kamu membantuku merawat mereka,
schingki saat aku bangun, aku akan sedikit bahagia.
Tapi, tidak kusangka, kamu si bocah lengik mengajari mereka sembarangan. Kamu menyuruh mereka
memanggilmu papi? Apa ada masalah dengan otakmu?”
“Apa sudah selesai memarahiku?” Danicl sama sekali tidak membantalnya, ia menunggu Tuan Besar
selesai memarahinya, lalu memberikan hasil tes DNA kepadanya, “Jika sudah sclesai marah, lihatlah
ini.”
“Apa ini?” Tuan Besar mengambil dan membuka hasil tes itu, ia pun terkejut, “Ini…”
“Mereka adalah anakku, anak kandung” Daniel memberitahunya dengan sungguh–sungguh, “Jika tidak
percaya, kita bisa mengulangi tesnya lagi!”
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmKali ini, Tuan Besar tercengang, ia mematung di tempat, tatapan matanya penuh dengan
ketidakpercayaan.
“Tuan, jangan membuat Tuan Besar terkejut, nanti penyakit jantungnya kambuh lagi.” Sanjaya yang
berdiri di samping, menatapnya dengan panik, “Tuan Besar, pa yang dikatakan Tuan Daniel itu benar,
ketigii clicu kecil yang anda cintai ini adalah anak kandungnya Tuan Daniel, mcrcka adalah cicit
kandung Anda...”
“Kamu si tua, jangan membohongiku.” Tuan Besar sangat kesal, ia kembali memastikannya dengan
Daniel, “Bocah tengik, jangan bermain–main denganku...”
“Kenapa orang tua ini begitu munafik?” Daniel sudah tidak tahan lagi, “Aku sudah menunjukkan hasil
tes DNA-nya, kamu masih tidak percaya? Bagaimana jika kita tes sekali lagi sekarang di sini?”
“Tes apa?” mata besar Carla tertegun.
“Kamu bodoh sekali, aku saja mengerti, tes apa kita benar–benar anaknya papi.” Carles mengerutkan
kening, raut wajalınya tidak senang.
“Harus ambil darah untuk tes DNA, sakit sekali.” Carlos masih sedikit trauma ketika mengingat proses
pengambilan darah tompo hari.
“Aku tidak mau ambil darah, aku takut saki...” Bibir kecil Carla mengempis, ia kemudian mulai
menangis, “Kakek, kenapa kakek tidak percaya kita adalah anaknya papi?”